Sabtu, 09 Mei 2015

BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

(Pengertian Belajar dan Pembelajaran, Faktor yang Mempengaruhi, Teori-teori Belajar, dan Resensi)


1.      PENGERTIAN BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
A.    PENGERTIAN BELAJAR

a.       Menurut ahli dalam negeri
Ø  MOH. SURYA (1981:32)
Suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan. Kesimpulan yang bisa diambil dari kedua pengertian di atas, bahwa pada prinsipnya, belajar adalah perubahan dari diri seseorang.
Ø  OEMAR H.
Belajar adalah bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara berperilaku yang baru berkat pengalaman dan latihan.

b.      Menurut ahli luar negeri
Ø  WINKEL
Belajar adalah suatu aktivitas mental / psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilakn perubahan - perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, dan sikap-sikap.
Ø  GAGNE (The Conditions of Learning 1977)
Belajar merupakan sejenis perubahan yang diperlihatkan dalam perubahan tingkah laku, yang keadaaannya berbeda dari sebelum individu berada dalam situasi belajar dan sesudah melakukan tindakan yang serupa itu. Perubahan terjadi akibat adanya suatu pengalaman atau latihan. Berbeda dengan perubahan serta-merta akibat refleks atau perilaku yang bersifat naluriah.


B.     PENGERTIAN PEMBELAJARAN
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyatakan pembelajaran adalah “proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”. Pembelajaran sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreatifitas berpikir yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkontruksikan pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran.

a.       Menurut ahli dalam negeri

Ø  Oemar Hamalik (239: 2006)
pembelajaran adalah “suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi tercapainya tujuan pembelajaran”. Dari teori-teori yang dikemukakan banyak ahli tentang pembelajaran, Oemar Hamalik mengemukakan 3 (tiga) rumusan yang dianggap lebih maju, yaitu:
-          Pembelajaran adalah upaya mengorganisasikan lingkungan untuk menciptakan kondisi belajar bagi peserta didik.
-          Pembelajaran adalah upaya mempersiapkan peserta didik untuk menjadi warga masyarakat yang baik.
-          Pembelajaran adalah suatu proses membantu siswa menghadapi kehidupan masyarakat sehari-hari.

Ø  RAHIL MAHYUDDIN
Pembelajaran adalah perubahan tingkah laku yang melibatkan ketrampilan kognitif yaitu penguasaan ilmu dan perkembangan kemahiran intelek.

Ø  ACHJAR CHALIL
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.

b.      Menurut ahli luar negeri
Ø  SLAVIN
Pembelajaran didefinisikan sebagai perubahan tingkah laku individu yang disebabkan oleh pengalaman.
Ø  WOOLFOLK
Pembelajaran berlaku apabila sesuatu pengalaman secara relatifnya menghasilkan perubahan kekal dalam pengetahuan dan tingkah laku.




2. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BELAJAR

Secara umum faktor yang memengaruhi belajar dibedakan atas dua kategori, yaitu faktor internal dan faktor eksternal yang saling memengaruhi dalam proses belajar individu sehingga menentukan kualitas hasil belajar.

1.      Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu dan dapat memengaruhi hasil belajar individu. Faktor-faktor internal ini meliputi faktor fisiologis dan psikologis.
a.       Faktor fisiologis
Faktor-faktor fisiologis adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu. Faktor-faktor ini dibedakan menjadi dua macam yaitu:

§  Keadaan tonus jasmani.
Keadaan tonus jasmani pada umumnya sangat memengaruhi aktivitas belajar seseorang. Kondisi fisik yang sehat dan bugar akan memberikan pengaruh positif terha­dap kegiatan belajar individu. Sebaliknya, kondisi fisik yang lemah atau sakit akan menghambat tercapainya hasil belajar yang maksimal. Oleh karena keadaan tonus jasmani sangat memengaruhi proses belajar, maka perlu ada usaha untuk menjaga kesehatan jasmani.

§  Keadaan fungsi jasmani/fisiologis.
Selama proses belajar berlangsung, peran fungsi fisiologi pada tubuh manusia sangat memengaruhi hasil belajar, terutama pancaindra. Oleh karena itu, baik guru maupun siswa perlu menjaga pancaindra dengan baik, baik secara preventif maupun yang,bersifat kuratif, dengan menyediakan sarana belajar yang memenuhi persyaratan, memeriksakan kesehat­an fungsi mata dan telinga secara periodik, mengonsumsi makanan yang bergizi, dan lain sebagainya.

b.      Faktor psikologis
Faktor-faktor psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat memengaruhi proses belajar. Bebera­pa faktor psikologis yang utama memengaruhi proses belajar adalah kecerdasan siswa, motivasi, minat, sikap, bakat dan percaya diri.

§  Kecerdasan/intelegensi siswa
Kecerdasan merupakan faktor psikologis yang paling penting dalam proses belajar siswa, karena itu menenentukan kualitas belajar siswa. Semakin tinggi tingkat inteli­gensi seorang individu, semakin besar peluang individu tersebut meraih sukses dalam belajar. Sebaliknya, semakin rendah tingkat inteligensi individu, semakin sulit indivi­du itu mencapai kesuksesan belajar. Oleh karena itu, perlu bimbingan belajar dari orang lain, seperti guru, orangtua, dan lain sebagainya. Sebagai faktor psikologis yang penting dalam mencapai kesuksesan belajar, maka pengetahuan dan pemahaman tentang kecerdasan perlu dimiliki oleh setiap calon guru atau guru profesional, sehingga mereka dapat memahami tingkat kecerdasan siswanya.


§  Motivasi
Motivasi diartikan sebagai pengaruh kebutuhan-kebutuhan dan keinginan terhadap intensitas dan arah perilaku seseorang. Dari sudut sumbernya, motivasi dibagi menjadi dua, yairu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motiva­si intrinsik adalah semua faktor yang berasal dari dalam diri individu dan memberikan dorongan untuk melakukan sesuatu. Dalam proses belajar, motivasi intrinsik memiliki pengaruh yang lebih efektif, karena motivasi intrinsik relatif lebih lama dan tidak tergan­tung pada motivasi dari luar (ekstrinsik). Motivasi ekstrinsik adalah faktor yang datang dari luar diri individu tetapi memberi pengaruh terhadap kemauan untuk belajar. Seperti pujian, peraturan, tata tertib, reladan guru orangtua, dan lain sebagainya. Kurangnya respons dari lingkungan secara positif akan memengaruhi semangat belajar seseorang menjadi lemah.

§  Minat
Menurut Reber (Syah, 2003), minat bukanlah istilah yang populer dalam psikologi disebabkan ketergantungannya terhadap berbagai faktor internal lainnya, seperti pemusatan perhatian, keingintahuan, motivasi, dan kebutuhan.
Jika seseorang tidak memiliki minat untuk belajar, ia akan tidak bersemangat atau bahkan tidak mau belajar. Oleh karena itu, dalam konteks belajar di kelas, seorang guru atau pendidik lainnya perlu membangkitkan minat siswa agar tertarik terhadap materi pelajaran yang akan dipelajarinya.

§  Sikap
Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespons dengan cara yang relatif tetap terhadap objek, orang, peristiwa dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif (Syah, 2003). Sikap siswa dalam belajar dapat dipengaruhi oleh perasaan senang atau tidak senang pada performan guru, pelajaran, atau lingkungan sekitarnya. Dan untuk mengantisipasi munculnya sikap yang negatif dalam belajar, guru sebaiknya berusaha untuk menjadi guru yang profesional dan bertanggung jawab terhadap profesi yang dipilihnya.

§  Bakat
Bakat (aptitude) didefinisikan sebagai kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang (Syah, 2003). Berkaitan dengan belajar, Slavin (1994) mendefinisi­kan bakat sebagai kemampuan umum yang dimiliki seorang siswa untuk belajar. Dengan demikian, bakat adalah kemam­puan seseorangyang menjadi salah satu komponen yang diperlukan dalam proses belajar seseorang. Apabila bakat seseorang sesuai dengan bidang yang sedang dipelajarinya, maka bakat itu akan mendukung proses belajarnya sehingga kernungkina besar ia akan berhasil. Pada dasarnya, setiap orang mempunyai bakat atau potensi untuk mencapai prestasi belajar sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Karena itu, bakat juga diartikan sebagai kemampuan dasar individu untuk melaku­kan tugas tertentu tanpa tergantung upaya pendidikan dan latihan. Individu yang telah memiliki bakat tertentu, akan lebih mudah menyerap segala informasi yang berhubung­an dengan bakat yang dimilikinya.


§  Rasa percaya diri siswa
Rasa percaya diri dapat timbul berkat adanya pengakuan dari lingkungan. Dalam proses belajar diketahui bahwa unjuk prestasi merupakan tahap pembuktian “ perwujudan diri” yang diakui oleh guru dan rekan sejawat siswa. Makin sering berhasil menyelesaikan tugas, maka semakin memperoleh pengakuan umum, dan selanjutnya rasa percaya diri semakin kuat. Begitupun sebaliknya kegagalan yang berulang kali dapat menimbulkan rasa tidak percaya diri. Bila rasa tidak percaya diri sangat kuat, maka diduga siswa akan menjadi takut belajar.

2.      Faktor-faktor eksternal
Faktor-faktor eksternal juga dapat memengaruhi proses belajar siswa. Dalam hal ini, Syah (2003) menjelaskan bahwa faktor faktor eksternal yang memengaruhi belajar dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan nonsosial.

a.          Lingkungan sosial

§  Lingkungan sosial keluarga.
Ketegangan keluarga, sifat-sifat orangtua, demografi keluarga (letak rumah), pengelolaan keluarga, semuanya dapat memberi dampak terhadap aktivitas belajar siswa. Hubungan antara anggota keluarga, orangtua, anak, kakak, atau adik yang harmonis akan membantu siswa melakukan aktivitas belajar dengan baik.

§  Lingkungan sosial sekolah
Dapat memengaruhi proses belajar seorang siswa. Hubungan yang harmonis antara ketiganya dapat menjadi motivasi bagi siswa untuk belajar lebih baik di sekolah. maka para pendidik, orangtua, dan guru perlu memerhatikan dan memahami bakat yang dimili­ki oleh anaknya atau peserta didiknya, antara lain dengan mendukung, ikut mengembangkan, dan tidak memaksa anak untuk memilih jurusan yang tidak sesuai dengan bakat­nya.

§  Lingkungan sosial masyarakat.
Kondisi lingkungan masya­rakat tempat tinggal siswa akan memengaruhi belajar siswa. Lingkungan siswa yang kumuh, banyak pengang­guran dan anak telantar juga dapat memengaruhi aktivitas belajar siswa, paling tidak siswa kesulitan ketika memer­lukan teman belajar, diskusi, atau meminjam alat-alat belajar yang kebetulan belum dimilikinya.

b.         Lingkungan nonsosial.
Faktor faktor yang termasuk lingkung­an nonsosial adalah:

§  Lingkungan alamiah,
Lingkungan alamiah tersebut merupa­kan faktor-faktor yang dapat memengaruhi aktivitas belajar siswa. Sebaliknya, bila kondisi lingkungan alam tidak mendukung, proses belajar siswa akan terhambat.

§  Faktor instrumental,
yaitu perangkat belajar yang dapat digolongkan dua macam. Pertama, hardware, seperti gedung sekolah, alat-alat belajar, fasilitas belajar, lapang­an olahraga. Kedua, software, seperti kurikulum sekolah, peraturan-peraturan sekolah, buku panduan, silabi, dan lain sebagainya.

§  Faktor materi pelajaran (yang diajarkan ke siswa).
Faktor ini hendaknya disesuaikan dengan usia perkembang­an siswa, begitu juga dengan metode mengajar guru, disesuaikan dengan kondisi perkembangan siswa. Karena itu, agar guru dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap aktivitas belajar siswa, maka guru harus mengua­sai materi pelajaran dan berbagai metode mengajar yang dapat diterapkan sesuai dengan kondisi siswa.

 

3. TEORI-TEORI BELAJAR

1.)      TEORI BELAJAR DAYA
Seseorang belajar didasari oleh kesiapan mental yang terdiri dari jumlah daya (kekutan) yang dimana satu lain terpisah, seperti ; daya mengamati, mengingat, menanggapi, menhayal, dan berpikir yang kesemuaannya membutuhkan latihan. Teori ini memandang bahwa apapun materi ajar yang dipelajari seseorang tidaklah penting, melainkan yang penting adalah pengaruhnya dalam membentuk daya-daya tertentu.
Jiwa manusia terdiri dari berbagai daya, mengingat, berpikir, merasakan, kemauan dan sebagainya. Tiap daya mempunyai fungsinya sendiri-sendiri. Tiap orang mempunyai/memiliki semua daya-daya itu, hanya berbeda kekuatannya saja. Agar daya-daya itu berkembang (terbentuk), maka daya-daya itu perlu dilatih, sehingga dapat berfungsi. Teori ini bersifat formal, karena mengutamakan pembentukan daya-daya. Apabila suatu daya telah dilatih, maka secara tidak langsung akan mempengaruhi dayad-daya lainnya dan seseorang dapat melakukan transfer of learning terhadap situasi lain.
Untuk itulah maka kurikulum harus menyediakan mata pelajaran-mata pelajaran yang dapat mengembangkan daya-daya tadi. Tekanannya bukan terletak pada isi materinya, melainkan pada pembentukannya. Pendidikan dengan latihan pemilihan mata pelajaran dilakukan atas dasar pembentukan daya-daya secara efisien dan ekonomis. Kurikulum terorganisir dan diperuntukkan bagi semua anak, dan kurang mementingkan isi, minat anak tidak diperhatikan, yang penting ialah kerja keras. Kebudayaan ditanamkan pada anak untuk mempersiapkannya ke tujuan masyarakat.



2.)      TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK
Behavior dalam psikologi atau juga disebut behaviorisme adalah teori pembelajaran yang didasarkan pada tingkah laku yang diperoleh dari pengkondisisan lingkungan. Pengkondisian terjadi melalui interaksi dengan lingkungan. Menurut teori belajar tingkah laku, belajar adalah perubahan dalam tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang telah dikatakan sudah mengalami proses belajar jika telah mampu bertingkah laku dengan cara baru sebagai hasil interaksi antara stimulus yang berupa proses dan materi pembelajaran dengan respon atau tanggapan yang diberikan oleh pebelajar.
Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pebelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan  pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.

Tokoh-tokoh dalam Teori Behaviorisme

Ø  Ivan Petrovich Pavlov
Ia menemukan bahwa ia dapat menggunakan stimulus netral, seperti sebuah nada atau sinar untuk membentuk perilaku (respons). Eksperimen-eksperimen yang dilakukan Pavlov dan ahli lain tampaknya sangat terpengaruh pandangan behaviorisme, dimana gejala-gejala kejiwaan seseorang dilihat dari perilakunya.
Berdasarkan eksperimen yang dilakukan Pavlov diperoleh kesimpulan berkenan dengan beberapa cara perubahan tingkah laku yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran. Misalnya murid dimarahi karena ujian biologinya buruk. Saat murid untuk ujian kimia dia juga akan menjadi gugup karena kedua pelajaran tersebut saling berkaitan.


Ø  John Watson
Watson menyatakan bahwa hanya tingkah laku yang teramati saja yang dapat dipelajari dengan valid dan reliable. Dengan demikian stimulus dan respon harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati (observable).
Watson berpendapat bahwa introspeksi merupakan pendekatan yang tidak ada gunanya. Alasannya adalah jika psikologi dianggap sebagai suatu ilmu, maka datanya harus dapat diamati dan diukur. Watson mempertahankan pendapatnya bahwa hanya dengan mempelajari apa yang dilakukan manusia (perilaku mereka) memungkinkan psikologi menjadi ilmu yang objektif. Watson menolak pikiran sebagai subjek dalam psikologi dan mempertahankan pelaku sebagai subjek psikologi. Khususnya perilaku yang observabel atau yang berpotensi untuk dapat diamati dengan berbagai cara baik pada aktivitas manusia dan hewan. 3 prinsip dalam aliran behaviorisme:
1.)    Menekankan respon terkondisi sebagai elemen atau pembangun pelaku. Kondisi adalah lingkungan external yang hadir dikehidupan. Perilaku muncul sebagai respon dari kondisi yang mengelilingi manusia dan hewan.
2.)    Perilaku adalah dipelajari sebagai konsekuensi dari pengaruh lingkungan maka sesungguhnya perilaku terbentuk karena dipelajari. Lingkungan terdiri dari pengalaman baik masa lalu dan yang baru saja, materi fisik dan sosial. Lingkungan yang akan memberikan contoh dan individu akan belajar dari semua itu.
3.)    Memusatkan pada perilaku hewan. Manusia dan hewan sama, jadi mempelajari perilaku hewan dapat digunakan untuk menjelaskan perilaku manusia.

ØEdward Lee Thorndike
            Menurut Thorndike, belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon (R ). Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti  pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran,  perasaan, atau gerakan/tindakan.Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat  berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati.
Menurut Thorndike, ada beberapa hukum pokok dalam proses belajar manusia, antara lain:
1.)    Law of Readiness, yaitu kesiapan untuk bertindak itu timbul karena penyesuaian diri dengan sekitarnya yang akan memberikan kepuasan, hubungan antara stimulus dan respon akan mudah terbentuk apabila ada kesiapan pada diri seseorang.
2.)    Law of Exercise, hubungan antara stimulus dan respon itu akan sangat kuat bila sering dilakukan pelatihan dan pengulangan, dan akan menjadi lemah jika latihan tidak diteruskan.
3.)    Law of Effect, yaitu perbuatan yang diikuti dengan dampak atau pengaruh yang memuaskan cenderung ingin diulangi lagi dan yang tidak mendatangkan kepuasan akan dilupakan.

ØB.F Skinner
            Skinner meyakini bahwa perilaku individu dikontrol melalui proses operant conditioning dimana seseorang dapat mengontrol tingkah laku organisme melalui pemberian reinforcement yang bijaksana dalam lingkungan yang relatif besar.
            Operant Conditioning adalah suatu proses perilaku operant (penguatan positif atau negatif) yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang kembali atau menghilang sesuai dengan keinginan.
            Skinner menganggap “reward” atau “reinforcement” sebagai faktor terpenting dalam proses belajar. Skinner berpendapat bahwa tujuan psikologi adalah meramal dan mengontrol tingkah laku (Wasty, 1998 : 119). Menurut Skinner tingkah laku sepenuhnya ditentukan oleh stimulus, tidak ada faktor perantara lainnya. Tingkah laku atau respons (R) tertentu akan timbul sebagai reaksi terhadap stimulus tertentu (S). Terdapat dua macam penguat yang dapat diberikan dalam rangka memotivasi atau memodifikasi tingkah laku yaitu:
·         Pertama, reinforcement positif yakni sesuatu atau setiap penguat yang memperkuat hubungan stimulus respons atau sesuatu yang dapat memperbesar kemungkinan timbulnya suatu respons atau dengan kata lain sesuatu yang dapat memperkuat tingkah laku.
·         Kedua, Reinforcement negatif (punishment) yakni sesuatu yang dapat memperlemah timbulnya respons-respons (Rohani, 1995 : 13). Artinya setiap penguat yang dapat memperkuat tingkah laku respons tetapi bersifat aversif (menimbulkan kebencian dan penghindaran), misalnya : ujian tiba-tiba. Stimulus negatif dapat menimbulkan respons emosional bahkan dapat melenyapkan (extinction) tingkah laku atau respons (Gredler : 1991 : 130).
                     Kekurangan
ØPembelajaran peserta didik hanya perpusat pada guru.
ØPeserta didik hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru.
ØPeserta didik tidak bebas berkreasi dan berimajinasi.
                     Kelebihan
ØSangat cocok untuk memperoleh kemampuan yang membutuhkan praktek dan pembiasaan.
ØMateri yang diberikan sangat detail
ØMembangun konsentrasi pikiran


3.)      TEORI HUMANISTIK
Dalam teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Peserta didik dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya. (Uno, 2006: 13)
Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya. Tujuan utama para pendidik adalah membantu peserta didik untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.
Jadi, teori belajar humanistik adalah suatu teori dalam pembelajaran yang mengedepankan bagaimana memanusiakan manusia serta peserta didik mampu mengembangkan potensi dirinya. Tujuan utama para pendidik adalah membantu si peserta didik untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.

Tokoh-tokoh Teori Humanistik

Ø  Carl Rogers
Carl R. Rogers kurang menaruh perhatian kepada mekanisme proses belajar. Belajar dipandang sebagai fungsi keseluruhan pribadi. Mereka berpendapat bahwa belajar yang sebenarnya tidak dapat berlangsung bila tidak ada keterlibatan intelektual maupun emosional peserta didik. Oleh karena itu, menurut teori belajar humanisme bahwa motivasi belajar harus bersumber pada diri peserta didik.
Roger membedakan dua ciri belajar, yaitu: (1) belajar yang bermakna (terjadi jika dalam proses pembelajaran melibatkan aspek pikiran dan perasaan peserta didik) dan (2) belajar yang tidak bermakna (terjadi jika dalam proses pembelajaran melibatkan aspek pikiran akan tetapi tidak melibatkan aspek perasaan peserta didik).

Ø  Arthur Combs
Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Anak tidak bisa mata pelajaran tertentu bukan karena bodoh tetapi karena mereka enggan dan terpaksa dan merasa sebenarnya tidak ada alasan penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu sebenarnya tak lain hanyalah dari ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan baginya. Untuk itu guru harus memahami perilaku peserta didik dengan mencoba memahami dunia persepsi peserta didik tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan atau pandangan peserta didik yang ada.
Combs memberikan lukisan persepsi diri dalam dunia seseorang seperti dua lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik pusat pada satu.. Lingkaran kecil (1) adalah gambaran dari persepsi diri dan lingkungan besar (2) adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu dari persepsi diri makin berkurang pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi, hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin mudah hal itu terlupakan.

Prinsip-prinsip Teori Belajar Humanistik
Ø  Manusia mempunyai belajar alami
Ø  Belajar signifikan terjadi apabila materi plajaran dirasakan murid mempuyai relevansi dengan maksud tertentu
Ø  Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya.
Ø  Tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasarkan bila ancaman itu kecil
Ø  Bila bancaman itu rendah terdapat pangalaman peserta didik dalam memperoleh cara.
Ø  Belajar yang bermakna diperolaeh jika peserta didik melakukannya
Ø  Belajar lancer jika peserta didik dilibatkan dalam proses belajar
Ø  Belajar yang melibatkan peserta didik seutuhnya dapat memberi hasil yang mendalam
Ø  Kepercayaan pada diri pada peserta didik ditumbuhkan dengan membiasakan untuk mawas diri
Ø  Belajar sosial adalah belajar mengenai proses belajar.



4.)      TEORI KOGNITIF
Teori belajar kognitif menekankan bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya. Teori ini lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajar. Model belajar kognitif merupakan suatu bentuk teori belajar yang sering disebut sebagai model perceptual. Belajar merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang tampak. Teori ini berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi dan aspek kejiwaan lainnya. belajar merupakan aktifitas yang melibatkan proses berpikiryang sangat kompleks (Budiningsih, 2005 : 34).

Perspktif kognitif membagi jenis pengetahuan menjadi tiga, yaitu sebagai berikut.
Ø  Pengetahuan deklaratif, yaitu pengetahuan yang dapat dinyatakan dalam bentuk kata atau disebut pula pengetahuan yang konseptual. Pengetahuan yang deklaratif rentangnya luas, dapat tentang fakta, konsep, generalisasi, pengalaman pribadi atau tentang hukum dan aturan.
Ø  Pegetahuan procedural, yaitu pengetahuan tentang tahap-tahap atau proses-proses yang harus dilakukan, atau pengetahuan tentang bagaimana melakukan (how to do). Pengetahuan ini dicirikan oleh adanya praktik atau implementasi dari suatu konsep.
Ø  Pengetahuan kondisional, yaitu pengetahuan tentang kapan dan mengapa  (when and why) suatu pengetahuan deklaratif dan pengetahuan procedural digunakan. Pengetahuan ini terkait dengan bagaimana mengimplementasikan baik pengetahuan deklaratif, maupun procedural. Pengetahuan ini amat penting karena menentukan kapan penggunaan konsep dan prosedur yang tepat dalam pemecahan masalah.


Tokoh-tokoh Teori Kognitif

Ø  Gestalt
Pokok pandangan gestalt bahwa objek atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai suatu keseluruhan yang terorganisasi. Pandangan gestalt lebih menekankan kepada perilaku moral.
Implementasi teori Gestalt dalam pembelajaran, antara lain :
(1)   Kemampuan tilikan (insight)
(2)   Pembelajaran bermakana (meaningful learning)
(3)   Perilaku bertujuan (purposive behavior)
(4)   Transfer dalam belajar

Ø  Kurt Lewin
Kurt lewin mengembangkan teori belajar medan kognitif (cognitive feld menitikberatkan perhatian pada kepribadian dan psikologi sosial, karena pada hakikatnya masing-masing individu berada didalam suatu medan kekuatan, yang bersifat psikologis, yang disebut life space. Life space mencakup perwujudan lingkungan dimana individu bereaksi, misalnya orang yang dijumpai, fungsi kejiwaan yang dimiliki dan objek material yang dihadapi.
Jadi, tingkah laku merupakan hasil inteaksi antar kekuatan, baik yang berasal dari dalam diri individu, seperti tujuan, kebutuhan, tekanan kejiwaan, maupun yang berasal dari luar diri individu, seperti tantangan dan permasalahan yang dihadapi. Dalam pencapaian tujuan seorang individu selalu ada hambatan atau tantangan yang harus dihadapi. Sehingga motivasi internal akan muncul karena untuk mencapai suatu tujuan dengan menghadapi hambatan diperlukan motivasi dalam diri, dengan demikian peran motivasi jauh lebih penting daripada hadiah.

Ø  Jean Piaget
Teori perkembangan kognitif disebut pula teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan mental. Menurut Piaget, perkembangan kognitif adalah suatu proses genetik yaitu suatu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis  perkembangan sistem saraf. Piaget cenderung menganut teori psikogenesis, artinya pengetahuan sebagai hasil belajar berasal dari dalam individu. Proses berpikir anak merupakan suatu aktivitas gradual, tahap demi tahap dari fungsi intelektual, dari konkret menuju abstrak.
Menurut Piaget Secara garis besar skema yang digunakan anak untuk memahami dunianya dibagi dalam empat periode utama atau tahapan-tahapan sebagai berikut :
Ø  Tahap sensori motor ( sejak lahir sampai sekitar 2 tahun)
Ø  Tahap pra-operasional ( sekitar usia 2 – 7 tahun)
Ø  Tahap operasional konkret ( sekitar 7- 11 tahun)
Ø  Tahap operasional formal ( usia 11 tahun dan seterusnya)
                        Piaget mengembangkan konsep adaptasi dengan dua varian yaitu asimilasi dan akomodasi. Adaptasi yaitu struktur fungsional, sebuah istilah yang digunakan Piaget untuk menunjukkan pentingnya pola hubungan individu dengan lingkungannya dalam proses pengembangan kognitif. Akomodasi yaitu menciptakan langkah baru atau memperbaharui atau menggabungkan isitlah/konsep lama menghadapi tantangan baru. Jadi, asimilasi terjadi perubahan pada objeknya, sedangkan pada akomodasi perubahan pada subjeknya, sehingga dapat menyesuaikan diri dengan objek yang ada diluar dirinya.



5.)      TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISTIK
Belajar menurut  konstruktivisme adalah suatu proses mengasimilasikan dan mengkaitkan pengalaman atau pelajaran yang dipelajari dengan pngertian yang sudah dimilikinya, sehingga pengetahuannya dapat dikembangkan.
Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamanya. Menurut teori ini, satu prinsip yang mendasar adalah guru tidak hanya memberikan pengetahuan kepada siswa, namun siswa juga harus berperan aktif membangun sendiri pengetahuan di dalam memorinya.
Makna belajar menurut konstruktivisme adalah aktivitas yang aktif, dimana peserta didik membina sendiri pengtahuannya, mencari arti dari apa yang mereka pelajari dan merupakan proses menyelesaikan konsep dan ide-ide baru dengan kerangka berfikir yang telah ada dan dimilikinya (Shymansky, 1992).

Tokoh-tokoh Teori Belajar Konstruktivistik

Ø  Vigotsky
Teori Vigotsky Konstruktivisme menurut pandangan Vygotsky menekankan pada pengaruh budaya.Vygotsky berpendapat fungsi mental yang lebih tinggi bergerak antara inter-psikologi (interpsychological) melalui interaksi sosial dan intra-psikologi (intrapsychological) dalam benaknya.Internalisasi dipandang sebagai transformasi dari kegiatan eksternal ke internal.Ini terjadi pada individu bergerak antara inter-psikologi (antar orang) dan intra-psikologi (dalam diri individu).
Berkaitan dengan pembelajaran, Vygotsky mengemukakan empat prinsip seperti yang dikutip oleh (Slavin, 2000: 256) yaitu:
·         pembelajaran sosial (social leaning). Vygotsky menyatakan bahwa siswa belajar melalui interaksi bersama dengan orang dewasa atau teman yang lebih cakap;
·         ZPD (zone of proximal development). Bahwa siswa akan dapat mempelajari konsep-konsep dengan baik jika berada dalam ZPD. Siswa bekerja dalam ZPD jika siswa tidak dapat memecahkan masalah sendiri, tetapi dapat memecahkan masalah itu setelah mendapat bantuan orang dewasa atau temannya (peer);
·         Masa Magang Kognitif (cognitif apprenticeship). Suatu proses yang menjadikan siswa sedikit demi sedikit memperoleh kecakapan intelektual melalui interaksi dengan orang yang lebih ahli, orang dewasa, atau teman yang lebih pandai;
·         Pembelajaran Termediasi (mediated learning). Vygostky menekankan pada scaffolding.Siswa diberi masalah yang kompleks, sulit, dan realistik, dan kemudian diberi bantuan secukupnya dalam memecahkan masalah siswa.
Inti teori Vigotsky adalah menekankan interaksi antara aspek internal dan eksternal dari pembelajaran dan penekanannya pada lingkungan sosial pembelajaran. Menurut teori Vigotsky, fungsi kognitif manusia berasal dari interaksi social masing-masing individu dalam konteks budaya. Vigotsky juga yakin bahwa pembelajaran terjadi saat siswa bekerja menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas tersebut masih dalam jangkauan kemampuannya atau tugas-tugas itu berada dalam zona of proximal development mereka.

Ø  Driver dan Bell
Driver dan Bell mengajukan karakteristik sebagai berikut :
·         siswa tidak dipandang sebagai sesuatu yang pasif melainkan memiliki tujuan,
·         belajar mempertimbangkan seoptimal mungkin proses keterlibatan siswa,
·         pengetahuan bukan sesuatu yang datang dari luar melainkan dikonstruksi secara personal,
·         pembelajaran bukanlah transmisi pengetahuan, melainkan melibatkan pengaturan situasi kelas,
·         kurikulum bukanlah sekedar dipelajari, melainkan seperangkat pembelajaran, materi, dan sumber.

Ø  J.J. Piaget
Berikut adalah tiga dalil pokok Piaget dalam kaitannya dengan tahap perkembangan intelektual atau tahap perkembangan kognitif atau biasa jugaa disebut tahap perkembagan mental, sebagai berikut :
·         perkembangan intelektual terjadi melalui tahap-tahap beruntun yang selalu terjadi dengan urutan yang sama.
·         tahap-tahap tersebut didefinisikan sebagai suatu cluster dari operasi mental (pengurutan, pengekalan, pengelompokan, pembuatan hipotesis dan penarikan kesimpulan) yang menunjukkan adanya tingkah laku intelektual,
·         gerak melalui tahap-tahap tersebut dilengkapi oleh keseimbangan (equilibration), proses pengembangan yang menguraikan tentang interaksi antara pengalaman (asimilasi) dan struktur kognitif yang timbul (akomodasi).
Tujuan teori konstruktivisme adalah:
·         Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri pertanyaannya.
·         Membantu siswa untuk mengembangkan perngertian dan pemahaman konsep secara lengkap.
·         Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri. Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.
Karakteristik pembelajaran konstruktivisme adalah:
·         Memberi peluang kepada pembelajar untuk membina pengetahuan baru melalu keterlibatannya dalam dunia sebenarnya.
·         Mendorong ide-ide pembelajar sebagai panduan merancang pengetahuan.
·         Mendukung pembelajaran secara kooperatif.
·         Mendorong dan menerima usaha dan hasil yang diperoleh pembelajar.
·         Mendorong pembelajar untuk bertanya atau berdialog dengan guru.
·         Menganggap pembelajaran sebagai suatu proses yang sama penting dengan hasil pembelajaran
·         Mendorong proses inkuiri pembelajar melalui kajian dan eksperimen.


Kelebihan :
Ø  Pembelajaran konstruktivistik memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan secara eksplisit dengan menggunakan bahasa siswa sendiri.
Ø  Pembelajaran konstruktivistik memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa sehingga siswa terdorong untuk membedakan dan memadukan gagasan tentang fenomena yang menantang siswa.
Ø  Pembelajaran konstruktivistik memberi siswa kesempatan untuk berpikir tentang pengalamannya. Ini dapat mendorong siswa berpikir kreatif, imajinatif, mendorong refleksi tentang model dan teori, mengenalkan gagasan-gagasan pada saat yang tepat.
Ø  Pembelajaran konstruktivistik memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru agar siswa terdorong untuk memperoleh kepercayaan diri dengan menggunakan berbagai konteks.
Ø  Pembelajaran konstruktivistik mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan merka setelah menyadari kemajuan mereka serta memberi kesempatan siswa untuk mengidentifikasi perubahan gagasan mereka.
Ø  Pembelajaran konstruktivisme memberikan lingkungan belajar yang kondusif yang mendukung siswa mengungkapkan gagasan, saling menyimak, dan menghindari kesan selalu ada satu jawaban yang benar.
Kelemahan :
Ø  Siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, tidak jarang bahwa hasil konstruksi siswa tidak cocok dengan hasil konstruksi para ahli sehingga menyebabkan miskonsepsi.
Ø  Konstruktivistik menanamkan agar siswa membangun pengetahuannya sendiri, hal ini pasti membutuhkan waktu yang lama dan setiap siswa memerlukan penanganan yang berbeda-beda.
Ø  Situasi dan kondisi tiap sekolah tidak sama, karena tidak semua sekolah memiliki sarana prasarana yang dapat membantu keaktifan dan kreativitas siswa.


SUMBER








RESENSI BUKU “RAHASIA SUKSES HIDUP BAHAGIA
KECERDASAN SPIRITUAL” OLEH SUKIDI

1.      Judul Resensi: Rahasia Sukses Hidup Bahagia
2.      Data buku yang meliputi:
a.       Judul Buku            : Kecerdasan Spiritual
b.      Pengarang                         : Sukidi
c.       Penerbit                 : PT Gramedia Pustaka Utama
d.      Jumlah Halaman    : 133+iv+cover
e.       Tahun Terbit          : 2002
3.      Tentang Penulis
Sukidi lahir di Sragen, Jawa Tengah 02 Agustus 1976. Ia adalah alumnus MAPK Yogyakarta (1994), dan Alumnus Terbaik Fakultas Syari’ah/Peradilan Agama IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta (1998). Selama menjadi mahasiswa, ia aktif di Ikatan Mahasisiwa Muhammadiyah (IMM), Yayasan Paramidana, dan produktif menulis naskah untuk Harian Kompas dan Republika. Seleas mahasiswa, ia menjadi Staf Duta Besar RI di Oslo, Norwegia.


4.      Sinopsis:
BAB I SAAT KITA TERJANGKIT PENYAKIT SPIRITUAL
Makna  kehidupan slama ini perlu hendaknya kita renungkan kembali, sebagaiman dikatakan oleh Anders, pengusaha muda yang sukses dari swedia. Ia bigitu kuatir memikirkan kondisi dunia dewasa ini, terutama krisis lingkungan global dan terkoyaknya komunitas sosial di belahan dunia. Krisis global sekarang ini sudah merambah setiap sudut kehidupan- mulai dari kesehatan, mata pencarian, kualitas lingkungan, ekonomi, politik, bahkan krisis moral, intelektual dan krisis spritual. Ia menyadari bahwa ia merasa ikut bertanggung jawab hadapi masalah tersebut sehingga ia berkata,
“I just know that I want to be part of solution. Not the problem.”
(saya hanya tahu bahwa saya ingin menjadi bagian dari solusi.
Bukan menjadi bagian dari masalah itu sendiri.”
   Apa yang dikatakan Anders adalah benar adanya bahwa kita semua mesti memiliki kesadaran diri baik sebagai bagian dari bangsa atau sebagai diri sendiri akan kepekaan terhadap krisis ini yang kemudian ikut memecahkannya.
Saat ini manusia tidak tau lagi bagaimana  seharusnya mengenali diri sendiri dan menjalani kehidupan dunia ini secara lebih bermakna. Tanpa hidup bermakna, hidup kita akan mengalami kegelisahan spiritual bahkan krisis spritual. Krisis spritual ini ditandai dengan hidup tak bermakna.
Psikolog terkemuka Carl Gustav Jung menyebut krisis spritual ini sebagai penyakit eksistensial dimana eksistensi diri kita mengalami penyakit alienasi (keterasingan diri), baik dari diri sendiri, lingkungan sosial, maupun teralienasi dari Tuhannya. Bahkan ia mengatakan bahwa beberapa psikoneurosis pada akhirnya harus dipahami sebagai ‘jiwa yang menderita” yang belum menemukan maknanya. Masih banyak istilah lain untuk menggambarkan problem psikologis-eksistensial-spritual dalam diri dewasa ini, seperti keterasingan spiritual, krisis spritual, patologi spiritual, dan penyakit spritual, yang semuanya menunjukkan terkoyaknya ruang spiritual dalam diri kita.
Ruang spiritual dalam diri kita mengalami krisis yang luar biasa hebat karena ini adalah akar dari penyakit spiritual itu sendiri yakni kita tidak pernah mengisi ruang spiritual kita dengan hal-hal yang baik, dalam kehidupan kita. Justru sebaliknya kita terbiasa mengisinya dengan hal-hal yang bururk yang menjadikan ekspresi kehidupan kita tampak ekstrem dan bringas.
Jika kita ingin mengalami kesehatan secara spiritual, sudah sewajarnya kita menjalani kehidupan ini dengan mengambil pusat spiritual yang ada dalam diri kita yakni hati. Dengan menjadikan hati (nurani) standar autentik  dalam menjalani kehidupan ini, arah perjalanan hidup kita menjadi terarah dengan baik dan benar di tengah semakin gelapnya kehidupan di dunia fana ini. Oleh karena itu, arena itu, kita perlu menghidupkan kembali dan sekaligus berkiblat ke hati nurani sebagai standar moral autentik untuk menilai keautentikan diri, paling tidak terhadap diri sendiri. Kita bisa saja berbohong kepada seama, bahkan kepada rakyat sekalipun. Tetapi, tidak sama sekali terhadap hati nurani kita.
Menurut Prof. Sachiko Murata (USA) dalam karya terbaik dan mutakhirnya, Chinese Gleams of Sufi Light, “barang siapa ingin memerintah suatu negeri, terlebih dahulu harus mengatur keluarganya secara benar (“keluarga demokratis”). Dan barang siapa yang ingin mengatur keluarganya secara benar dan demokratis, terlebih dahulu harus mengatur dirinya sendiri dengan benar. Serta barang siapa ingin mengatur dirinya sendiri dengan benar, terlebih dahulu harus membuat hatinya menjadi benar. Cara pandang baru ini menggunakan paradigma perubahan “dari dalam” menuju keluar bukan dari “ luar ke dalam”. Hal ini seperti juga diungkapkan James Refield (penulis best seller internasional) : “to change the world, we first have to change ourselves” (untuk mengubah dunia, kita harus terlebih dahulu mengubah diri kita).
Tuhan berada dalam hati orang – orang yang suci. Yang membedakan baik buruknya seseorang adalah hatinya. Untuk mengerti sifat – sifat Tuhan, maka harus ada kesucian di hati kita. Seseorang yang melihat Tuhan, akan melihat-Nya tanpa mata, akan mendengar-Nya tanpa telinga, akan merasakan-Nya tanpa alat perasa, dan akan memahami-Nya tanpa penalaran. Hanya dengan hati sajalah orang dapat melihat dengan tepat, apa yang hakiki tidak tertangkap oleh mata. Hal ini bisa kita asumsikan bahwa hati nurani merupakan kecerdasan spiritual.
Kecerdasan spiritual dibutuhkan untuk mendidik hati dan budi pekerti.  Kecerdasan spiritual membimbing kita untuk mendidik hati menjadi benar. Manusia spiritual adalah buah dari produk kecerdasan spiritual yang sukses membimbing hati manusia menjadi benar dan bercahaya., sehingga meujud dalam prilaku arif dan bijak dalam kehidupan sehari – hari.


BAB II PEMETAAN PARADIGMA KECERDASAN : IQ, EQ, DAN SQ

Paradigma Kecerdasan Intelektual (IQ)
IQ sebagai standar pertama dan utama kecerdasan kita. Semakin tinggi tes IQ kita, umumnya kita dikatakan memiliki kualitas kecerdasan intelektual yang tinggi, dan sebaliknya. Persepsi dan citra dari kalangan masyarakat luas pun menyatakan bahwa orang yang ber-IQ tinggi akan akan mempunyai masa depan yang lebih cemerlang dan menjanjikan. Sampai – sampai ada paradigma di masayarakat bahwa ber- IQ tinggi menjamin kesuksesan hidup; sebaliknya, ber-IQ sedang – sedang saja, apalagi rendah, akan suram masa depannya. Tapi IQ bukan menjadi kunci kecerdasan untuk meraih masa depan dan sekaligus satu – satunya parameter kesuksesan hidup.

Paradigma Kecerdasan Emosional (EQ)
Sejak dipublikasikannya Emotion Intelligennce (EQ) tahun 1995, temuan terbaru Goleman ini lebih dari cukup untuk berkesimpulan mengapa orang ber-IQ tinggi gagal dan orang yang ber-IQ sedang – sedang justru menjadi sukses. Pasti ada faktor lain untuk menjadi cerdas, yang kemudian dipopulerkan Goleman dengan “kecerdasan emotional” (EQ).  Menurut Goleman, setingginya IQ hanya menyumbang kira – kira 20 persen bagi faktor penentukan sukses dalam hidup, sementara yang 80 persen diisi oleh faktor kecerdasan lain. Menurutnya kecerdasan emosional (EQ) adalah kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi ; mengendalikan dorongan hati, dan tidak melebih – lebihkan kesenangan ; mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati, dan berdoa.

Paradigma Kecerdasan Spiritual (SQ)
Jauh lebih komprehensif dengan temuan riset terbaru yakni “Spiritual Intelligence” ( Spiritual Question, SQ, kecerdasan spiritual ). SQ adalah parameter kecerdasan spiritual. Artinya, segi dan ruang spiritual kita bisa memancarkan cahaya spiritual dalam bentuk kecerdasan spiritual. Dari sudut pandang psikologi, ruang  spiritual memiliki arti kecerdasan. Logikanya : di antara kita bisa saja ada orang yang tidak cerdas secara spiritual, dengan ekspresi keberagamannya yang monolitik, ekslusif, dan intoleran, yang sering kali berakibat pada kobaran konflik atas nama agama. Dan sebaliknya, bisa juga ada orang yang cerdas secara spiritual sejauh orang tersebut memiliki kesadaran, dengan sikap jujur dan terbuka, inklusif, dan bahkan pluralis dalam beragama di tengah pluralitas agama.

Eksplorasi dalam Buku-buku Terbaru di Barat
Riset SQ memang sedang ramai – ramainya, terutama pada penerbitan buku – buku psikologi spiritual yang lumayan membantu kita meningkatkan kecerdasan spiritual dalam diri kita. Beberapa contoh buku tentang kecerdasan spiritual, antara lain :
SQ, Spiritual Intellegence, The Ultimate Intellegence karya Danah Zohar dan Ian Marshall.
Spritual Intellegence, Awakening The Power of Your Spirituality and Intuition karya Michael Levin.
Spiritual Intellegence : A practical Guide to Personal Happiness karya Prof. Dr. Khalil A. Khavari.
Spiritual Intellegence Handbook karya Paul Edward.
Spiritual Intellegence : What We Can Learn from the Early Awekening Child karya Dr Marsha Sinetar.
Spiritual Intellegence : How It Can Transform Your Life karya Dr. Hendry Wild.
Spiritual Intellegence karya Richard Wolman.
Spiritual Intellegence : A Special Issue of International Journal for the Psycholocy of Religion karya Raymond F Palouttzion.
www.spritualintellegence.com merupakan situs guna meakses wacana kecerdasan spiritual.

Hadirnya Kecerdasan Spiritual (SQ) di Dunia Sekuler
Kehadiran buku – buku kecerdasan spiritual perlu kita sambut dengan gembira. Tapi, buku – buku SQ ini lahir di Dunia Barat yang sekuler, yang justru dipelopori oleh orang – orang sekuler barat bukan tokoh dan pakar agama. Ini menandakan suatu turning point, dimana pada saat perkembangan psikologi manusia sedang cenderung mengarah ke suatu yang serba sekuler dan material, terjadilah arus balik ( turning point ) ke arah psikologi ketuhanan, yang tak lain dan tak bukan adalah psikologi kecerdasan spiritual itu sendiri, yang lebih berkiblat pada kerohanian sebagai hatinya psikologi.

IQ, EQ, dan SQ: Struktur Kecerdasan dalam Prespektif Psikologi Spiritual
Sadar atau tidak, potensi kecerdasan intelektual (IQ), emosional (EQ), dan spiritual (SQ) itu ada dalam diri kita sebagai manusia. IQ berada di wilayah otak (brain) kita, yang karenanya terkait dengan kecerdasan otak, rasio, nalar – intelektual. EQ mengambil wilayah di sekitar emosi diri kita, yang karenanya lebih mengembangkan emosi supaya menjadi cerdas, tidak cenderung marah. Sedangkan, SQ mengambil tempat di seputar jiwa, hati ( yang merupakan wilayah spirit ) yang karenanya dikenal sebagai the soul’s intelligence, kecerdasan jiwa, hati, yang menjadi hakikat sejati kecerdasan spiritual. Struktur kecerdasan antara IQ, EQ, dan SQ itu sendiri dapat diringkas dalam model struktur kecerdasan seperti tergambar di bawah ini.
Struktur Kecerdasan :
IQ, EQ, SQ

No
Perspektif
Jenis Kecerdasan
IQ
EQ
SQ
1
Psikologi modern
Otak (mind)
Emosi (body)
Jiwa (soul)
2
Model Berpikir
Seri
Asosiatif
Intuitif
3
Al-Qur’an
‘Aql
Nafs
Qalb
4
Kebahagiaan
Material
Instingtif
Rohaniah
5
Produk kecerdasan
Rasional
Emosional
Spiritual



BAB III KEUNGGULAN KECERDASAN SPIRITUAL (SQ)
Enam Alasan Kenapa SQ Lebih Penting daripada IQ dan EQ
Menurut Daniel Goleman (ahli psikologi Harvard University) ada 6 alasan kenapa SQ lebih penting daripada IQ dan EQ, yakni :
1.      Segi perenial SQ
SQ mampu mengungkap segi perenial ( yang abadi, yang asasi, yang spiritual, yang fitrah ) dalam struktur kecerdasan manusia. SQ adalah pondasi yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan SQ secara efektif. Bahkan, SQ merupakan kecerdasan tertinggi kita.
2.      Mind -  Body – Soul
Para ilmuwan sepakat bahwa manusia, disamping terdiri atas pikiran (mind) dan badan – tubuh (body), juga menjadi “ada” dan “hidup” karena ada faktor kunci yaitu soul (jiwa,spirit,roh).
3.      Kesehatan Spiritual
SQ bukan saja menyentuh segi spiritual kita, melainkan lebih dari itu : menyajikan beragam resep, mulai dari pengalaman spiritual sampai penyembuhan spiritual, sehingga kita benar – benar mengalami kesehatan spiritual. Hal ini sebagai jawaban  atas penyakit jiwa – spiritual yang saat ini banyak diderita manusia modern yang tidak bisa diperoleh dari IQ dan EQ.
4.      Kedamaian Spiritual
SQ membimbing kita untuk memperoleh kedamaian spiritual. Inilah kedamaian hakiki dalam hidup kita, yang tentu saja tidak diperoleh melalui IQ maupun EQ. Sehingga SQ merupakan jalan untuk meraih kedamaian spiritual.
5.      Kebahagiaan Spiritual
Kebahagiaan sejati justru terletak pada kebahagiaan spiritual : suatu kebahagiaan yang membuat hati dan jiwa kita menjadi bahagia, tentram, dan penuh kedamaian. Karena selama ini IQ dan EQ tidak hanya cenderung memenuhi segi kepuasan dan emosional saja, tapi juga berlanjut pada keinginan besar untuk mengejar kepuasan material (uang, kerja, jabatan) dan nafsu emosional.
6.      Kearifan Spiritual
Kearifan spiritual adalah sikap hidup arif dan bijak secara spiritual. Spiritual itu tak lain dan tak bukan adalah kebenaran, kedamaian, kesucian, kasih, kebahagiaan, kekuatan, dan kearifan di dalam kehidupan.

            Menguji Kualitas Kecerdasan Spiritual
Danah Zohar dan Ian Marshall memberikan 8 elemen untuk menguji secara awal sejauh mana kecerdasan spiritual kita. Barometer kepribadian yang dipakai meliputi :
1.      Kapasitas diri untuk bersikap fleksibel, seperti aktif dan adaptifsecara spontan.
2.      Level kesadaran diri yang tinggi.
3.      Kapasitas diri untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaan.
4.      Kualitas hidup yang terinspirasi dengan visi dan nilai – nilai.
5.      Keengganan untuk menyebabkan kerugian yang tidak perlu.
6.      Memiliki cara pandang yang holistik, dengan memiliki kecenderungan untuk melihat keterkaitan di antara segala sesuatu yang berbeda.
7.      Memiliki kecenderungan nyata untuk bertanya “mengapa” atau “bagaiman jika” dan cenderung untuk mencari jawaban – jawaban yang fundamental (prinsip, mendasar)
8.      Memiliki kemudahan untuk bekerja melawan konvensi.

Selain itu, Prof. Khalil A. Khavari juga memberikan rumusan tes untuk menguji kecerdasan spiritual. Menurut Khavari, test kecerdasan spiritualnya ini tidak mendefenisikan secara sempurna kualitas SQ, tapi paling tidak dapat membantu kita untuk mendapatkan pegangan lebih baik mengenai tes SQ itu sendiri. Jika nilai total yang diperoleh mencapai seratus, menandakan memiliki kecerdasan spiritual (SQ) yang luar biasa.

Analisis Tes Kecerdasan Spiritual (SQ)
Jika kita amati, ada 3 alasan yang menjadikannnya luar biasa yakni :
1.      Dari sudut pandang spiritual-keagamaan, tes itu merepresentasikan sejauh manakah tingkat relasi spiritual kita dengan Tuhan
2.      Dari sudut pandang relasi sosial-keagamaan, tes di atas menggambarkan potret sosial-keagamaan kecerdasan spiritual artinya kecerdasan spiritual harus terefleksikan pada sikap-sikap sosial yang menekankan segi kebersamaan dan kesejahteraan sosial
3.      Dari sudut pandang etika-sosial, tes tersebut juga dapat menggambarkan tingkat etika sosial kita sebagai cermin kadar kualitas kecerdasan spiritual.

Mempertajam Kualitas Kecerdasan Spiritual
Kita dapat menajamkan kecerdasan spiritual kita dengan asumsi dasar bahwa potensi spiritual sudah hadir dan bersemayam dalam diri kita, setiap manusia, apapun agama dan identitasnya. Hadis Nabi Muhammad SAW  intinya menyatakan bahwa” setiap anak dilahirkan fitrah (suci)”. Banyak cara untuk menajamkan SQ, tapi semuanya tergantung pada “siapa kita”. Mari kita lihat beberapa kategori berikut :
a.       Kategori agamawan
SQ lebih tinggi bisa didapatkan jika penghayatan terhadap agama lebih dalam lagi ke esensinya, ke spiritualnya. Semuanya ini akan melahirkan sikap hidup terbuka, toleran, inklusif, bahkan pluralis.
b.      Katagori Pendidik
Pendidikan spiritual yang dapat menajamkan kualitas kecerdasan spiritual, baik terhadap diri kita sebagai pendidik maupun peserta didik, adalah nilai-nilai spiritual itu yang diterapkan dalam pendidikan kita melaui sikap keteladanan dalam mengajatkan pendidikan spiritual. Nilai-nilai yang dimaksud adalah kejujuran, keadialn, kebajikan, kebersamaan, kesetiakawanan sosial, dll.
c.       Kategori anak
            Potensi dan bakat kecerdasan spiritual dimilki oleh anak sejak usia dini. Potensi – potensi pembawaan spiritual pada anak-anak seperti keberanian, optimisme, keimanan, empati, sikap memaafkan, dan bahkan ketangkasan dalam menghadapi amarah dan bahaya. Anak-anak yang memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi, dicirikan sebagai berikut :
1.)    Kesadaran diri yang mendalam, intuisi, dan kekuatan “keakuan”.
2.)    Pandangan luas terhadap dunia.
3.)    Moral tinggi, pendapat yang kokoh, dan kecenderungan untuk merasa gembira.
4.)    Pemahaman tentang tujuan hidupnya.
5.)    “Kelaparan yang tak dapat dipuaskan” akan hal-hal tertentu yang diminati.
6.)    Gagasan-gahasan segar dan aneh ; rasa humor yang dewasa.
7.)    Pandangan pragmatis dan efisien tentas realitas

d.      Kategori Aktivis
            Sebagai aktivis, SQ dapat kita tajamkan melalui “ketulusan niat suci” dan “hati yang tulus” untuk melakukan kritik sosial, keagamaaan, dan politik. SQ ini sendiri berporos pada dua misi suci yaitu tindakan kemanusiaan sebagai refleksi dan pantulan misi ketuhanan.
e.       Kategori Pengusaha
            Menjadi cerdas secara spiritual dalam kesuksesan di dunia bisnis, mutlak dengan mengamalkan nilai-nilai mistik-spiritual SQ. Dalam sebuah tesis The Corporate Mystics oleh Hendricks dan Kate Ludeman mengamalkan 12 karakteristik penting bagi pemimpin yang sukses di abad ke-21 di dunia bisnis dan perusahaan besar, yang 5 di antarnya adalah :
1.)    Mutlak jujur
2.)    Keterbukaan
3.)    Pengetahuan diri
4.)    Fokus pada kontribusi
5.)    Spiritualitas non-dogmatis

f.       Kategori Politik
            Untuk menajamkan SQ di kalangan politisi adalah dengan menjadikan Spritual Politics sebagai panduan  untuk menjalani politik secara santun dan beradab. Selain itu dengan menerapkan politik yang tidak membunuh, yang sarat cinta kasih, kejujuran, koordinasi, lebih santun, dan beradab.
g.      Kategori Lain
            Jika kita berada di luar kategori-kategori di atas, SQ bisa ditajamkan dengan senantiasa berpijak pada nilai moral-spiritual-kemanusiaan sebagai pengarah nilai. Serta menjadikan daftar kebajikan sebagai panduan untuk menjalani apapun profesi kita, sejauh berada pada koridor nilai moral-spiritual-kemanusiaan yang benar dan beradab.
            Menurut Sukidi, staf pengajar di Paramadina, memberikan langkah-langkah untuk mengasah dan meningkatkan SQ agar mencapai derjat yang tinggi, yaitu :
a.)    Kenalilah diri sendiri
b.)    Lakukan instropeksi diri
c.)    Aktifkan hati secara rutin
d.)   Temukan keharmonisan dan ketenangan hidup

BAB IV KECERDASAN SPIRITUAL : RAHASIA SUKSES HIDUP BAHAGIA
Survei, statistik, dan studi ilmiah di atas sudah lebih dari cukup untuk berkesimpulan bahwa kecerdasan spiritual ternyata menghasilkan orang-orang spiritual yang tidak saja tangguh dan cakap dalam ujian hidup, melainkan juga dapat meraih sukses hidup bahagia dengan itu.

Ada 3 kunci praktis dalam meraih sukses hidup bahagia secara spiritual yaitu :

1.)    Love (Cinta)
Cinta dalah perasaan yang lebih menekankan kepekaan emosi dan sekaligus menjadi energi kehidupan. Menurut Prof. Khalil A. Khavari menafsirkan energi cinta ke dalam dua aliran : positive love (cinta positif) dan negative love (cinta negatif). “Cinta positif” mengalir secra konstruktif dan dipersembahkan untuk kebajikan. Sementara “cinta negatif’ berlangsung secara destruktif dan diinventarisasikan pada kerja-kerja buruk.
Lebih lanjut Khavari mengelompokkan cinta menjadi 7 kategori yakni cinta diri sendiri, cinta rakyat, cinta pada situasi dan kondisi, cinta pada sesuatu, cinta pada binatang, cinta pada penciptaan, dan cinta pada Tuhan. Dan menurut John Powel dalam The Secret of Staying in Love meneguhkan pandangan di atas dengan rumusannya yang sangat menarik.
Jadi kunci kecerdasan spiritual untuk meraih kebahagiaan spiritula didasarkan pada cinta kepada Sang Pencipta. Cinta kepada Tuahn akan menjadikan hidup kita bermakna dan bahagia secar spiritual terutama bagi pecinta.

2.)    Prayer (Doa)
Doa merupakan bentuk komunikasi spiritual ke hadirat Tuhan. Karena itu manfaat terbesar doa terletak pada penguatan cinta ke hadirat Tuhan dengan jalan doa. Kekuatan spiritual itulah yang antara lain terletak pada kekuatan doa. Maka kemudian, secara luas dipakai dalam praktek penyembuhan spiritual, yang terbukti memiliki manfaat sebagai :
a.)    Doa dapat mempertinggi sistem kekebalan tubuh
b.)    Doa bisa meringankan sakit, sekaligus mencegah penyakit dari sakit yang lebih berat.
c.)    Doa meningkatkan seseorang untuk melatih keberanian
d.)   Doa memperkaya horizon sesesorang sehingga mampu melampaui penderitaan darurat, menuju masa depan yang bebas dari beban psikis dan penderitaan.

Prof. Khavari juga memilah tingkatan doa yang jauh berkualitas dalam meraih hidup bahagia secara spiritual, yaitu:
a.)    Doa sebagai ungkapan rasa syukur dan kepuasan hati
b.)    Doa sebagai proteksi, terutama proteksi diri kita dari segala membuat kita jatuh pada titik kemanusiaan terendah
c.)    Doa untuk yang lain. Karena kita adalah makhluk spiritual yang berhubungan dengan yang lain karena semata-mata didasarkan pada ikatan spiritual.

3.)    Virtues (Kebajikan)
Berbuat kebajikan dan berbudi pekerti luhur dapat membawa kita pada kebenaran dan kebahagiaan hidup. Hidup dengan cinta dan kasih saying akan mengantarkan kita pada kebajikan yang menjadi kita lebih bahagia.

Kelebihan dan Kekurangan Buku
Buku ini membahas secara terperinci materi yang ada dalam buku, tetapi, penggunaan bahasa yang sulit dipahami oleh para pembaca membuat pembaca merasa bingung dalam menginterpretasikan makna dari buku ini.

Kesimpulannya: Buku ini layak dibaca terutama bagi pembaca yang ingin mempertajam Kecerdasan Spiritualnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar