(Pengertian Belajar dan Pembelajaran, Faktor yang Mempengaruhi, Teori-teori Belajar, dan Resensi)
1. PENGERTIAN
BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
A. PENGERTIAN
BELAJAR
a. Menurut ahli dalam negeri
Ø MOH. SURYA
(1981:32)
Suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru keseluruhan, sebagai hasil
pengalaman individu itu sendiri dalam
interaksinya dengan lingkungan. Kesimpulan yang bisa diambil dari
kedua pengertian di atas, bahwa pada prinsipnya, belajar adalah perubahan dari
diri seseorang.
Ø OEMAR H.
Belajar adalah bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri
seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara berperilaku yang baru berkat
pengalaman dan latihan.
b. Menurut ahli luar negeri
Ø WINKEL
Belajar adalah suatu aktivitas mental / psikis yang
berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilakn
perubahan - perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, dan
sikap-sikap.
Ø GAGNE (The
Conditions of Learning 1977)
Belajar merupakan sejenis perubahan yang diperlihatkan
dalam perubahan tingkah laku, yang keadaaannya berbeda dari sebelum individu
berada dalam situasi belajar dan sesudah melakukan tindakan yang serupa
itu. Perubahan terjadi akibat adanya suatu pengalaman atau latihan.
Berbeda dengan perubahan serta-merta akibat refleks atau perilaku
yang bersifat naluriah.
B. PENGERTIAN PEMBELAJARAN
Undang-Undang
Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003
menyatakan pembelajaran adalah “proses interaksi peserta didik dengan pendidik
dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”. Pembelajaran sebagai proses
belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreatifitas berpikir yang
dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan
mengkontruksikan pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang
baik terhadap materi pelajaran.
a. Menurut ahli dalam negeri
Ø Oemar Hamalik (239: 2006)
pembelajaran
adalah “suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material
fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi tercapainya
tujuan pembelajaran”. Dari teori-teori yang dikemukakan banyak ahli tentang
pembelajaran, Oemar Hamalik mengemukakan 3 (tiga) rumusan yang
dianggap lebih maju, yaitu:
-
Pembelajaran
adalah upaya mengorganisasikan lingkungan untuk menciptakan kondisi belajar
bagi peserta didik.
-
Pembelajaran
adalah upaya mempersiapkan peserta didik untuk menjadi warga masyarakat yang
baik.
-
Pembelajaran
adalah suatu proses membantu siswa menghadapi kehidupan masyarakat sehari-hari.
Ø RAHIL MAHYUDDIN
Pembelajaran
adalah perubahan tingkah laku yang melibatkan ketrampilan kognitif yaitu
penguasaan ilmu dan perkembangan kemahiran intelek.
Ø ACHJAR CHALIL
Pembelajaran
adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada
suatu lingkungan belajar.
b. Menurut ahli luar negeri
Ø SLAVIN
Pembelajaran didefinisikan sebagai perubahan tingkah laku individu yang disebabkan oleh pengalaman.
Pembelajaran didefinisikan sebagai perubahan tingkah laku individu yang disebabkan oleh pengalaman.
Ø WOOLFOLK
Pembelajaran berlaku apabila sesuatu pengalaman secara relatifnya menghasilkan perubahan kekal dalam pengetahuan dan tingkah laku.
Pembelajaran berlaku apabila sesuatu pengalaman secara relatifnya menghasilkan perubahan kekal dalam pengetahuan dan tingkah laku.
2. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BELAJAR
Secara umum
faktor yang memengaruhi belajar dibedakan atas dua kategori, yaitu faktor
internal dan faktor eksternal yang saling
memengaruhi dalam proses belajar individu sehingga menentukan kualitas hasil
belajar.
1.
Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari
dalam diri individu dan dapat memengaruhi hasil belajar individu. Faktor-faktor
internal ini meliputi faktor fisiologis dan psikologis.
a.
Faktor fisiologis
Faktor-faktor fisiologis adalah faktor-faktor yang
berhubungan dengan kondisi fisik individu. Faktor-faktor ini dibedakan menjadi
dua macam yaitu:
§ Keadaan tonus jasmani.
Keadaan tonus jasmani pada umumnya
sangat memengaruhi aktivitas belajar seseorang. Kondisi fisik yang sehat dan
bugar akan memberikan pengaruh positif terhadap kegiatan belajar individu.
Sebaliknya, kondisi fisik yang lemah atau sakit akan menghambat tercapainya
hasil belajar yang maksimal. Oleh karena keadaan tonus jasmani sangat
memengaruhi proses belajar, maka perlu ada usaha untuk menjaga kesehatan
jasmani.
§ Keadaan fungsi jasmani/fisiologis.
Selama proses
belajar berlangsung, peran fungsi fisiologi pada tubuh manusia sangat
memengaruhi hasil belajar, terutama pancaindra. Oleh karena itu, baik guru
maupun siswa perlu menjaga pancaindra dengan baik, baik secara preventif maupun
yang,bersifat kuratif, dengan menyediakan sarana belajar yang
memenuhi persyaratan, memeriksakan kesehatan fungsi mata dan telinga secara
periodik, mengonsumsi makanan yang bergizi, dan lain sebagainya.
b.
Faktor psikologis
Faktor-faktor psikologis adalah keadaan psikologis
seseorang yang dapat memengaruhi proses belajar. Beberapa faktor psikologis
yang utama memengaruhi proses belajar adalah kecerdasan siswa, motivasi, minat,
sikap, bakat dan percaya diri.
§ Kecerdasan/intelegensi siswa
Kecerdasan merupakan faktor psikologis yang paling
penting dalam proses belajar siswa, karena itu menenentukan kualitas belajar
siswa. Semakin tinggi tingkat inteligensi seorang individu, semakin besar
peluang individu tersebut meraih sukses dalam belajar. Sebaliknya, semakin
rendah tingkat inteligensi individu, semakin sulit individu itu mencapai
kesuksesan belajar. Oleh karena itu, perlu bimbingan belajar dari orang lain,
seperti guru, orangtua, dan lain sebagainya. Sebagai faktor psikologis yang
penting dalam mencapai kesuksesan belajar, maka pengetahuan dan pemahaman
tentang kecerdasan perlu dimiliki oleh setiap calon guru atau guru profesional,
sehingga mereka dapat memahami tingkat kecerdasan siswanya.
§ Motivasi
Motivasi diartikan sebagai
pengaruh kebutuhan-kebutuhan dan keinginan terhadap intensitas dan arah
perilaku seseorang. Dari sudut sumbernya, motivasi dibagi menjadi dua, yairu
motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik
adalah semua faktor yang berasal dari dalam diri individu dan memberikan
dorongan untuk melakukan sesuatu. Dalam proses belajar, motivasi intrinsik
memiliki pengaruh yang lebih efektif, karena motivasi intrinsik relatif lebih
lama dan tidak tergantung pada motivasi dari luar (ekstrinsik). Motivasi ekstrinsik adalah faktor yang datang dari luar diri individu tetapi memberi pengaruh
terhadap kemauan untuk belajar. Seperti pujian, peraturan, tata tertib, reladan
guru orangtua, dan lain sebagainya. Kurangnya respons dari lingkungan secara
positif akan memengaruhi semangat belajar seseorang menjadi lemah.
§ Minat
Menurut Reber
(Syah, 2003), minat bukanlah istilah yang populer dalam psikologi disebabkan
ketergantungannya terhadap berbagai faktor internal lainnya, seperti pemusatan
perhatian, keingintahuan, motivasi, dan kebutuhan.
Jika seseorang
tidak memiliki minat untuk belajar, ia akan tidak bersemangat atau bahkan tidak
mau belajar. Oleh karena itu, dalam konteks belajar di kelas, seorang guru atau
pendidik lainnya perlu membangkitkan minat siswa agar tertarik terhadap materi
pelajaran yang akan dipelajarinya.
§ Sikap
Sikap adalah gejala internal yang
berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespons dengan
cara yang relatif tetap terhadap objek, orang, peristiwa dan sebagainya, baik
secara positif maupun negatif (Syah, 2003). Sikap siswa dalam belajar dapat dipengaruhi
oleh perasaan senang atau tidak senang pada performan guru, pelajaran, atau
lingkungan sekitarnya. Dan untuk mengantisipasi munculnya sikap yang negatif
dalam belajar, guru sebaiknya berusaha untuk menjadi guru yang profesional dan
bertanggung jawab terhadap profesi yang dipilihnya.
§ Bakat
Bakat (aptitude)
didefinisikan sebagai kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk
mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang (Syah, 2003). Berkaitan dengan
belajar, Slavin (1994) mendefinisikan bakat sebagai kemampuan umum yang
dimiliki seorang siswa untuk belajar. Dengan demikian, bakat adalah kemampuan
seseorangyang menjadi salah satu komponen yang diperlukan dalam proses belajar
seseorang. Apabila bakat seseorang sesuai dengan bidang yang sedang dipelajarinya,
maka bakat itu akan mendukung proses belajarnya sehingga kernungkina besar ia
akan berhasil. Pada dasarnya, setiap orang mempunyai bakat atau potensi untuk mencapai
prestasi belajar sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Karena itu, bakat juga
diartikan sebagai kemampuan dasar individu untuk melakukan tugas tertentu
tanpa tergantung upaya pendidikan dan latihan. Individu yang telah memiliki
bakat tertentu, akan lebih mudah menyerap segala informasi yang berhubungan
dengan bakat yang dimilikinya.
§ Rasa percaya diri siswa
Rasa percaya diri dapat timbul berkat
adanya pengakuan dari lingkungan. Dalam proses belajar diketahui bahwa unjuk
prestasi merupakan tahap pembuktian “ perwujudan diri” yang diakui oleh guru
dan rekan sejawat siswa. Makin sering berhasil menyelesaikan tugas, maka
semakin memperoleh pengakuan umum, dan selanjutnya rasa percaya diri semakin
kuat. Begitupun sebaliknya kegagalan yang berulang kali dapat menimbulkan rasa
tidak percaya diri. Bila rasa tidak percaya diri sangat kuat, maka diduga siswa
akan menjadi takut belajar.
2.
Faktor-faktor eksternal
Faktor-faktor eksternal juga dapat
memengaruhi proses belajar siswa. Dalam hal ini, Syah (2003) menjelaskan bahwa
faktor faktor eksternal yang memengaruhi belajar dapat digolongkan menjadi dua
golongan, yaitu faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan nonsosial.
a. Lingkungan sosial
§ Lingkungan sosial keluarga.
Ketegangan
keluarga, sifat-sifat orangtua, demografi keluarga (letak rumah), pengelolaan
keluarga, semuanya dapat memberi dampak terhadap aktivitas belajar siswa.
Hubungan antara anggota keluarga, orangtua, anak, kakak, atau adik yang
harmonis akan membantu siswa melakukan aktivitas belajar dengan baik.
§ Lingkungan sosial sekolah
Dapat memengaruhi proses belajar
seorang siswa. Hubungan yang harmonis antara ketiganya dapat menjadi motivasi
bagi siswa untuk belajar lebih baik di sekolah. maka para pendidik, orangtua,
dan guru perlu memerhatikan dan memahami bakat yang dimiliki oleh anaknya atau
peserta didiknya, antara lain dengan mendukung, ikut mengembangkan, dan tidak
memaksa anak untuk memilih jurusan yang tidak sesuai dengan bakatnya.
§ Lingkungan sosial masyarakat.
Kondisi lingkungan masyarakat
tempat tinggal siswa akan memengaruhi belajar siswa. Lingkungan siswa yang
kumuh, banyak pengangguran dan anak telantar juga dapat memengaruhi aktivitas
belajar siswa, paling tidak siswa kesulitan ketika memerlukan teman belajar,
diskusi, atau meminjam alat-alat belajar yang kebetulan belum dimilikinya.
b. Lingkungan nonsosial.
Faktor faktor yang termasuk lingkungan
nonsosial adalah:
§ Lingkungan alamiah,
Lingkungan alamiah tersebut
merupakan faktor-faktor yang dapat memengaruhi aktivitas belajar siswa.
Sebaliknya, bila kondisi lingkungan alam tidak mendukung, proses belajar siswa
akan terhambat.
§ Faktor instrumental,
yaitu perangkat belajar yang
dapat digolongkan dua macam. Pertama, hardware, seperti gedung sekolah,
alat-alat belajar, fasilitas belajar, lapangan olahraga. Kedua, software, seperti
kurikulum sekolah, peraturan-peraturan sekolah, buku panduan, silabi, dan lain
sebagainya.
§ Faktor materi pelajaran (yang diajarkan ke siswa).
Faktor ini hendaknya disesuaikan
dengan usia perkembangan siswa, begitu juga dengan metode mengajar guru,
disesuaikan dengan kondisi perkembangan siswa. Karena itu, agar guru dapat
memberikan kontribusi yang positif terhadap aktivitas belajar siswa, maka guru
harus menguasai materi pelajaran dan berbagai metode mengajar yang dapat
diterapkan sesuai dengan kondisi siswa.
3. TEORI-TEORI BELAJAR
1.)
TEORI
BELAJAR DAYA
Seseorang belajar didasari oleh kesiapan mental yang terdiri dari jumlah daya (kekutan) yang dimana satu lain
terpisah, seperti ; daya mengamati, mengingat, menanggapi, menhayal, dan
berpikir yang kesemuaannya membutuhkan latihan. Teori ini memandang bahwa
apapun materi ajar yang dipelajari seseorang tidaklah penting, melainkan yang
penting adalah pengaruhnya dalam membentuk daya-daya tertentu.
Jiwa manusia terdiri dari berbagai daya, mengingat,
berpikir, merasakan, kemauan dan sebagainya. Tiap daya mempunyai fungsinya
sendiri-sendiri. Tiap orang mempunyai/memiliki semua daya-daya itu, hanya
berbeda kekuatannya saja. Agar daya-daya itu berkembang (terbentuk), maka
daya-daya itu perlu dilatih, sehingga dapat berfungsi. Teori ini bersifat
formal, karena mengutamakan pembentukan daya-daya. Apabila suatu daya telah
dilatih, maka secara tidak langsung akan mempengaruhi dayad-daya lainnya dan
seseorang dapat melakukan transfer of learning terhadap situasi lain.
Untuk itulah maka kurikulum harus menyediakan mata
pelajaran-mata pelajaran yang dapat mengembangkan daya-daya tadi. Tekanannya
bukan terletak pada isi materinya, melainkan pada pembentukannya. Pendidikan
dengan latihan pemilihan mata pelajaran dilakukan atas dasar pembentukan
daya-daya secara efisien dan ekonomis. Kurikulum terorganisir dan diperuntukkan
bagi semua anak, dan kurang mementingkan isi, minat anak tidak diperhatikan,
yang penting ialah kerja keras. Kebudayaan ditanamkan pada anak untuk
mempersiapkannya ke tujuan masyarakat.
2.) TEORI
BELAJAR BEHAVIORISTIK
Behavior dalam psikologi atau juga disebut behaviorisme
adalah teori pembelajaran yang didasarkan pada tingkah laku yang diperoleh dari
pengkondisisan lingkungan. Pengkondisian terjadi melalui interaksi dengan
lingkungan. Menurut teori belajar tingkah laku, belajar adalah perubahan dalam
tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon.
Seseorang telah dikatakan sudah mengalami proses belajar jika telah mampu
bertingkah laku dengan cara baru sebagai hasil interaksi antara stimulus yang
berupa proses dan materi pembelajaran dengan respon atau tanggapan yang
diberikan oleh pebelajar.
Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak
penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur.
Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang
diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang
diterima oleh pebelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini
mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting
untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Tokoh-tokoh dalam Teori Behaviorisme
Ø Ivan Petrovich Pavlov
Ia menemukan bahwa ia dapat menggunakan stimulus netral,
seperti sebuah nada atau sinar untuk membentuk perilaku (respons). Eksperimen-eksperimen
yang dilakukan Pavlov dan ahli lain tampaknya sangat terpengaruh pandangan
behaviorisme, dimana gejala-gejala kejiwaan seseorang dilihat dari perilakunya.
Berdasarkan eksperimen yang dilakukan Pavlov diperoleh
kesimpulan berkenan dengan beberapa cara perubahan tingkah laku yang dapat
digunakan dalam proses pembelajaran. Misalnya murid dimarahi karena ujian
biologinya buruk. Saat murid untuk ujian kimia dia juga akan menjadi gugup
karena kedua pelajaran tersebut saling berkaitan.
Ø John
Watson
Watson menyatakan bahwa hanya tingkah laku yang teramati
saja yang dapat dipelajari dengan valid dan reliable. Dengan demikian stimulus
dan respon harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati (observable).
Watson berpendapat bahwa introspeksi merupakan pendekatan
yang tidak ada gunanya. Alasannya adalah jika psikologi dianggap sebagai suatu
ilmu, maka datanya harus dapat diamati dan diukur. Watson mempertahankan
pendapatnya bahwa hanya dengan mempelajari apa yang dilakukan manusia (perilaku
mereka) memungkinkan psikologi menjadi ilmu yang objektif. Watson menolak
pikiran sebagai subjek dalam psikologi dan mempertahankan pelaku sebagai subjek
psikologi. Khususnya perilaku yang observabel atau yang berpotensi untuk dapat
diamati dengan berbagai cara baik pada aktivitas manusia dan hewan. 3 prinsip
dalam aliran behaviorisme:
1.) Menekankan respon terkondisi sebagai elemen
atau pembangun pelaku. Kondisi adalah lingkungan external yang hadir
dikehidupan. Perilaku muncul sebagai respon dari kondisi yang mengelilingi
manusia dan hewan.
2.) Perilaku adalah dipelajari sebagai
konsekuensi dari pengaruh lingkungan maka sesungguhnya perilaku terbentuk
karena dipelajari. Lingkungan terdiri dari pengalaman baik masa lalu dan yang
baru saja, materi fisik dan sosial. Lingkungan yang akan memberikan contoh dan
individu akan belajar dari semua itu.
3.) Memusatkan pada perilaku hewan. Manusia dan
hewan sama, jadi mempelajari perilaku hewan dapat digunakan untuk menjelaskan
perilaku manusia.
ØEdward Lee Thorndike
Menurut
Thorndike, belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara
peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon (R ). Stimulus
adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran,
perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan
respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat
pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan.Jadi perubahan
tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang
dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati.
Menurut Thorndike, ada beberapa hukum pokok
dalam proses belajar manusia, antara lain:
1.)
Law of Readiness, yaitu kesiapan untuk
bertindak itu timbul karena penyesuaian diri dengan sekitarnya yang akan
memberikan kepuasan,
hubungan antara stimulus dan respon akan mudah terbentuk apabila ada kesiapan
pada diri seseorang.
2.)
Law of Exercise, hubungan antara stimulus
dan respon itu akan sangat kuat bila sering dilakukan pelatihan dan
pengulangan, dan akan menjadi lemah jika latihan tidak diteruskan.
3.)
Law of Effect, yaitu perbuatan yang
diikuti dengan dampak atau pengaruh yang memuaskan cenderung ingin diulangi
lagi dan yang tidak mendatangkan kepuasan akan dilupakan.
ØB.F Skinner
Skinner meyakini bahwa perilaku individu dikontrol melalui
proses operant conditioning dimana seseorang dapat mengontrol tingkah
laku organisme melalui pemberian reinforcement yang bijaksana dalam lingkungan
yang relatif besar.
Operant Conditioning adalah suatu proses
perilaku operant (penguatan positif atau negatif) yang dapat mengakibatkan
perilaku tersebut dapat berulang kembali atau menghilang sesuai dengan
keinginan.
Skinner menganggap “reward” atau
“reinforcement” sebagai faktor terpenting dalam proses belajar. Skinner
berpendapat bahwa tujuan psikologi adalah meramal dan mengontrol tingkah laku
(Wasty, 1998 : 119). Menurut Skinner tingkah laku sepenuhnya ditentukan oleh
stimulus, tidak ada faktor perantara lainnya. Tingkah laku atau respons (R)
tertentu akan timbul sebagai reaksi terhadap stimulus tertentu (S). Terdapat
dua macam penguat yang dapat diberikan dalam rangka memotivasi atau
memodifikasi tingkah laku yaitu:
·
Pertama,
reinforcement positif yakni sesuatu atau setiap penguat yang memperkuat
hubungan stimulus respons atau sesuatu yang dapat memperbesar kemungkinan
timbulnya suatu respons atau dengan kata lain sesuatu yang dapat memperkuat
tingkah laku.
·
Kedua,
Reinforcement negatif (punishment) yakni sesuatu yang dapat memperlemah
timbulnya respons-respons (Rohani, 1995 : 13). Artinya setiap penguat yang
dapat memperkuat tingkah laku respons tetapi bersifat aversif (menimbulkan
kebencian dan penghindaran), misalnya : ujian tiba-tiba. Stimulus negatif dapat
menimbulkan respons emosional bahkan dapat melenyapkan (extinction) tingkah
laku atau respons (Gredler : 1991 : 130).
Kekurangan
ØPembelajaran peserta didik hanya perpusat pada guru.
ØPeserta didik hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru.
ØPeserta didik tidak bebas berkreasi dan berimajinasi.
Kelebihan
ØSangat cocok untuk memperoleh kemampuan yang membutuhkan praktek dan
pembiasaan.
ØMateri yang diberikan sangat detail
ØMembangun konsentrasi pikiran
3.) TEORI
HUMANISTIK
Dalam teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil
jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Peserta didik dalam
proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi
diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku
belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya. (Uno, 2006: 13)
Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari
sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya. Tujuan utama
para pendidik adalah membantu peserta didik untuk mengembangkan dirinya, yaitu
membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai
manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri
mereka.
Jadi, teori belajar humanistik adalah suatu teori dalam
pembelajaran yang mengedepankan bagaimana memanusiakan manusia serta peserta
didik mampu mengembangkan potensi dirinya. Tujuan utama
para pendidik adalah membantu si peserta didik untuk mengembangkan dirinya,
yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri
sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang
ada dalam diri mereka.
Tokoh-tokoh Teori Humanistik
Ø Carl Rogers
Carl R. Rogers kurang
menaruh perhatian kepada mekanisme proses belajar. Belajar dipandang sebagai
fungsi keseluruhan pribadi. Mereka berpendapat bahwa belajar yang sebenarnya
tidak dapat berlangsung bila tidak ada keterlibatan intelektual maupun
emosional peserta didik. Oleh karena itu, menurut teori belajar humanisme bahwa
motivasi belajar
harus bersumber pada diri peserta didik.
Roger
membedakan dua ciri belajar, yaitu: (1) belajar yang bermakna (terjadi jika
dalam proses pembelajaran melibatkan aspek pikiran dan perasaan peserta didik) dan (2)
belajar yang tidak bermakna (terjadi jika
dalam proses pembelajaran melibatkan aspek pikiran akan tetapi tidak melibatkan
aspek perasaan peserta didik).
Ø Arthur Combs
Belajar terjadi
bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak
disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Anak tidak bisa mata pelajaran tertentu bukan karena
bodoh tetapi karena mereka enggan dan terpaksa dan merasa sebenarnya tidak ada
alasan penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu sebenarnya tak
lain hanyalah dari ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak
akan memberikan kepuasan baginya. Untuk itu guru harus memahami perilaku
peserta didik dengan mencoba memahami dunia persepsi peserta didik tersebut
sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha merubah
keyakinan atau pandangan peserta didik yang ada.
Combs
memberikan lukisan persepsi diri dalam dunia seseorang seperti dua lingkaran
(besar dan kecil) yang bertitik pusat pada satu.. Lingkaran kecil (1) adalah
gambaran dari persepsi diri dan lingkungan besar (2) adalah persepsi dunia.
Makin jauh peristiwa-peristiwa itu dari persepsi diri makin berkurang
pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi, hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan
dengan diri, makin mudah hal itu terlupakan.
Prinsip-prinsip Teori Belajar
Humanistik
Ø Manusia
mempunyai belajar alami
Ø Belajar
signifikan terjadi apabila materi plajaran dirasakan murid mempuyai relevansi
dengan maksud tertentu
Ø Belajar yang menyangkut
perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya.
Ø Tugas belajar
yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasarkan bila ancaman itu kecil
Ø Bila bancaman
itu rendah terdapat pangalaman peserta didik dalam memperoleh cara.
Ø Belajar yang
bermakna diperolaeh jika peserta didik melakukannya
Ø Belajar lancer
jika peserta didik dilibatkan dalam proses belajar
Ø Belajar yang
melibatkan peserta didik seutuhnya dapat memberi hasil yang mendalam
Ø Kepercayaan
pada diri pada peserta didik ditumbuhkan dengan membiasakan untuk mawas diri
Ø Belajar sosial
adalah belajar mengenai proses belajar.
4.) TEORI
KOGNITIF
Teori belajar kognitif menekankan bahwa perilaku
seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang
berhubungan dengan tujuan belajarnya. Teori ini lebih mementingkan proses
belajar dari pada hasil belajar. Model belajar kognitif merupakan suatu bentuk
teori belajar yang sering disebut sebagai model
perceptual. Belajar merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak
selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang tampak. Teori ini berpandangan
bahwa belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi,
pengolahan informasi, emosi dan aspek kejiwaan lainnya. belajar merupakan
aktifitas yang melibatkan proses berpikiryang sangat kompleks (Budiningsih,
2005 : 34).
Perspktif kognitif membagi jenis pengetahuan menjadi tiga, yaitu sebagai berikut.
Ø Pengetahuan
deklaratif, yaitu pengetahuan yang dapat dinyatakan dalam bentuk kata atau
disebut pula pengetahuan yang konseptual. Pengetahuan yang deklaratif
rentangnya luas, dapat tentang fakta, konsep, generalisasi, pengalaman pribadi
atau tentang hukum dan aturan.
Ø Pegetahuan
procedural, yaitu pengetahuan tentang tahap-tahap atau proses-proses yang harus
dilakukan, atau pengetahuan tentang bagaimana melakukan (how to do). Pengetahuan ini dicirikan oleh adanya praktik atau
implementasi dari suatu konsep.
Ø Pengetahuan
kondisional, yaitu pengetahuan tentang kapan dan mengapa (when
and why) suatu pengetahuan deklaratif dan pengetahuan procedural digunakan.
Pengetahuan ini terkait dengan bagaimana mengimplementasikan baik pengetahuan
deklaratif, maupun procedural. Pengetahuan ini amat penting karena menentukan
kapan penggunaan konsep dan prosedur yang tepat dalam pemecahan masalah.
Tokoh-tokoh
Teori Kognitif
Ø Gestalt
Pokok
pandangan gestalt bahwa objek atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai
suatu keseluruhan yang terorganisasi. Pandangan gestalt lebih menekankan kepada
perilaku moral.
Implementasi teori
Gestalt dalam pembelajaran, antara lain :
(1) Kemampuan
tilikan (insight)
(2) Pembelajaran
bermakana (meaningful learning)
(3) Perilaku
bertujuan (purposive behavior)
(4) Transfer
dalam belajar
Ø Kurt Lewin
Kurt
lewin mengembangkan teori belajar medan kognitif (cognitive feld menitikberatkan perhatian pada kepribadian dan
psikologi sosial, karena pada hakikatnya masing-masing individu berada didalam
suatu medan kekuatan, yang bersifat psikologis, yang disebut life space. Life space mencakup perwujudan lingkungan dimana individu bereaksi,
misalnya orang yang dijumpai, fungsi kejiwaan yang dimiliki dan objek material
yang dihadapi.
Jadi,
tingkah laku merupakan hasil inteaksi antar kekuatan, baik yang berasal dari
dalam diri individu, seperti tujuan, kebutuhan, tekanan kejiwaan, maupun yang
berasal dari luar diri individu, seperti tantangan dan permasalahan yang
dihadapi. Dalam pencapaian tujuan seorang individu selalu ada hambatan atau
tantangan yang harus dihadapi. Sehingga motivasi internal akan muncul karena
untuk mencapai suatu tujuan dengan menghadapi hambatan diperlukan motivasi
dalam diri, dengan demikian peran motivasi jauh lebih penting daripada hadiah.
Ø Jean Piaget
Teori
perkembangan kognitif disebut pula teori perkembangan intelektual atau teori
perkembangan mental. Menurut Piaget, perkembangan kognitif adalah suatu proses
genetik yaitu suatu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem saraf. Piaget cenderung
menganut teori psikogenesis, artinya pengetahuan sebagai hasil belajar berasal
dari dalam individu. Proses berpikir anak merupakan suatu aktivitas gradual,
tahap demi tahap dari fungsi intelektual, dari konkret menuju abstrak.
Menurut Piaget Secara garis besar skema
yang digunakan anak untuk memahami dunianya dibagi dalam empat periode utama
atau tahapan-tahapan sebagai berikut :
Ø Tahap
sensori motor ( sejak lahir sampai sekitar 2 tahun)
Ø Tahap
pra-operasional ( sekitar usia 2 – 7 tahun)
Ø Tahap
operasional konkret ( sekitar 7- 11 tahun)
Ø Tahap
operasional formal ( usia 11 tahun dan seterusnya)
Piaget mengembangkan
konsep adaptasi dengan dua varian yaitu asimilasi dan akomodasi. Adaptasi yaitu
struktur fungsional, sebuah istilah yang digunakan Piaget untuk menunjukkan
pentingnya pola hubungan individu dengan lingkungannya dalam proses
pengembangan kognitif. Akomodasi yaitu menciptakan langkah baru atau
memperbaharui atau menggabungkan isitlah/konsep lama menghadapi tantangan baru.
Jadi, asimilasi terjadi perubahan pada objeknya, sedangkan pada akomodasi
perubahan pada subjeknya, sehingga dapat menyesuaikan diri dengan objek yang
ada diluar dirinya.
5.) TEORI
BELAJAR KONSTRUKTIVISTIK
Belajar
menurut konstruktivisme adalah suatu
proses mengasimilasikan dan mengkaitkan pengalaman atau pelajaran yang
dipelajari dengan pngertian yang sudah dimilikinya, sehingga pengetahuannya
dapat dikembangkan.
Teori
Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif,
yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. kontruktivisme
lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan
pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan
pengalamanya. Menurut teori ini, satu prinsip yang mendasar adalah guru tidak
hanya memberikan pengetahuan kepada siswa, namun siswa juga harus berperan
aktif membangun sendiri pengetahuan di dalam memorinya.
Makna
belajar menurut konstruktivisme adalah aktivitas yang aktif, dimana peserta
didik membina sendiri pengtahuannya, mencari arti dari apa yang mereka pelajari
dan merupakan proses menyelesaikan konsep dan ide-ide baru dengan kerangka
berfikir yang telah ada dan dimilikinya (Shymansky, 1992).
Tokoh-tokoh
Teori Belajar Konstruktivistik
Ø Vigotsky
Teori
Vigotsky Konstruktivisme menurut pandangan Vygotsky menekankan pada pengaruh
budaya.Vygotsky berpendapat fungsi mental yang lebih tinggi bergerak antara
inter-psikologi (interpsychological) melalui interaksi sosial dan
intra-psikologi (intrapsychological) dalam benaknya.Internalisasi dipandang
sebagai transformasi dari kegiatan eksternal ke internal.Ini terjadi pada
individu bergerak antara inter-psikologi (antar orang) dan intra-psikologi
(dalam diri individu).
Berkaitan
dengan pembelajaran, Vygotsky mengemukakan empat prinsip seperti yang dikutip
oleh (Slavin, 2000: 256) yaitu:
·
pembelajaran sosial (social leaning). Vygotsky
menyatakan bahwa siswa belajar melalui interaksi bersama dengan orang dewasa
atau teman yang lebih cakap;
·
ZPD (zone of proximal development). Bahwa siswa akan
dapat mempelajari konsep-konsep dengan baik jika berada dalam ZPD. Siswa
bekerja dalam ZPD jika siswa tidak dapat memecahkan masalah sendiri, tetapi
dapat memecahkan masalah itu setelah mendapat bantuan orang dewasa atau
temannya (peer);
·
Masa Magang Kognitif (cognitif apprenticeship). Suatu
proses yang menjadikan siswa sedikit demi sedikit memperoleh kecakapan
intelektual melalui interaksi dengan orang yang lebih ahli, orang dewasa, atau
teman yang lebih pandai;
·
Pembelajaran Termediasi (mediated learning). Vygostky
menekankan pada scaffolding.Siswa diberi masalah yang kompleks, sulit, dan
realistik, dan kemudian diberi bantuan secukupnya dalam memecahkan masalah
siswa.
Inti teori
Vigotsky adalah menekankan interaksi antara aspek internal dan eksternal dari
pembelajaran dan penekanannya pada lingkungan sosial pembelajaran. Menurut
teori Vigotsky, fungsi kognitif manusia berasal dari interaksi social
masing-masing individu dalam konteks budaya. Vigotsky juga yakin bahwa
pembelajaran terjadi saat siswa bekerja menangani tugas-tugas yang belum
dipelajari namun tugas-tugas tersebut masih dalam jangkauan kemampuannya atau
tugas-tugas itu berada dalam zona of proximal development mereka.
Ø Driver dan Bell
Driver
dan Bell mengajukan karakteristik sebagai berikut :
·
siswa tidak dipandang sebagai sesuatu
yang pasif melainkan memiliki tujuan,
·
belajar mempertimbangkan seoptimal
mungkin proses keterlibatan siswa,
·
pengetahuan bukan sesuatu yang datang
dari luar melainkan dikonstruksi secara personal,
·
pembelajaran bukanlah transmisi
pengetahuan, melainkan melibatkan pengaturan situasi kelas,
·
kurikulum bukanlah sekedar dipelajari,
melainkan seperangkat pembelajaran, materi, dan sumber.
Ø J.J. Piaget
Berikut
adalah tiga dalil pokok Piaget dalam kaitannya dengan tahap perkembangan
intelektual atau tahap perkembangan kognitif atau biasa jugaa disebut tahap
perkembagan mental, sebagai berikut :
·
perkembangan intelektual terjadi melalui
tahap-tahap beruntun yang selalu terjadi dengan urutan yang sama.
·
tahap-tahap tersebut didefinisikan
sebagai suatu cluster dari operasi mental (pengurutan, pengekalan,
pengelompokan, pembuatan hipotesis dan penarikan kesimpulan) yang menunjukkan
adanya tingkah laku intelektual,
·
gerak melalui tahap-tahap tersebut
dilengkapi oleh keseimbangan (equilibration), proses pengembangan yang
menguraikan tentang interaksi antara pengalaman (asimilasi) dan struktur
kognitif yang timbul (akomodasi).
Tujuan
teori konstruktivisme adalah:
·
Mengembangkan
kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri pertanyaannya.
·
Membantu
siswa untuk mengembangkan perngertian dan pemahaman konsep secara lengkap.
·
Mengembangkan
kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri. Lebih menekankan pada
proses belajar bagaimana belajar itu.
Karakteristik pembelajaran
konstruktivisme adalah:
·
Memberi
peluang kepada pembelajar untuk membina pengetahuan baru melalu keterlibatannya
dalam dunia sebenarnya.
·
Mendorong
ide-ide pembelajar sebagai panduan merancang pengetahuan.
·
Mendukung
pembelajaran secara kooperatif.
·
Mendorong
dan menerima usaha dan hasil yang diperoleh pembelajar.
·
Mendorong
pembelajar untuk bertanya atau berdialog dengan guru.
·
Menganggap
pembelajaran sebagai suatu proses yang sama penting dengan hasil pembelajaran
·
Mendorong
proses inkuiri pembelajar melalui kajian dan eksperimen.
Kelebihan :
Ø Pembelajaran
konstruktivistik memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan
secara eksplisit dengan menggunakan bahasa siswa sendiri.
Ø Pembelajaran
konstruktivistik memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah
dimiliki siswa sehingga siswa terdorong untuk membedakan dan memadukan gagasan
tentang fenomena yang menantang siswa.
Ø Pembelajaran
konstruktivistik memberi siswa kesempatan untuk berpikir tentang pengalamannya.
Ini dapat mendorong siswa berpikir kreatif, imajinatif, mendorong refleksi
tentang model dan teori, mengenalkan gagasan-gagasan pada saat yang tepat.
Ø Pembelajaran
konstruktivistik memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru
agar siswa terdorong untuk memperoleh kepercayaan diri dengan menggunakan
berbagai konteks.
Ø Pembelajaran
konstruktivistik mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan merka
setelah menyadari kemajuan mereka serta memberi kesempatan siswa untuk mengidentifikasi
perubahan gagasan mereka.
Ø Pembelajaran
konstruktivisme memberikan lingkungan belajar yang kondusif yang mendukung
siswa mengungkapkan gagasan, saling menyimak, dan menghindari kesan selalu ada
satu jawaban yang benar.
Kelemahan :
Ø Siswa
mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, tidak jarang bahwa hasil konstruksi
siswa tidak cocok dengan hasil konstruksi para ahli sehingga menyebabkan
miskonsepsi.
Ø Konstruktivistik
menanamkan agar siswa membangun pengetahuannya sendiri, hal ini pasti
membutuhkan waktu yang lama dan setiap siswa memerlukan penanganan yang
berbeda-beda.
Ø Situasi
dan kondisi tiap sekolah tidak sama, karena tidak semua sekolah memiliki sarana
prasarana yang dapat membantu keaktifan dan kreativitas siswa.
SUMBER
RESENSI BUKU “RAHASIA SUKSES HIDUP
BAHAGIA
KECERDASAN SPIRITUAL” OLEH SUKIDI
1. Judul Resensi: Rahasia
Sukses Hidup Bahagia
2. Data buku yang meliputi:
a. Judul
Buku : Kecerdasan Spiritual
b. Pengarang
: Sukidi
c. Penerbit
: PT Gramedia Pustaka
Utama
d. Jumlah
Halaman : 133+iv+cover
e. Tahun
Terbit : 2002
3.
Tentang Penulis
4. Sinopsis:
Sukidi lahir di Sragen, Jawa Tengah 02 Agustus 1976.
Ia adalah alumnus MAPK Yogyakarta (1994), dan Alumnus Terbaik Fakultas Syari’ah/Peradilan
Agama IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta (1998). Selama menjadi mahasiswa, ia
aktif di Ikatan Mahasisiwa Muhammadiyah (IMM), Yayasan Paramidana, dan
produktif menulis naskah untuk Harian Kompas dan Republika. Seleas mahasiswa,
ia menjadi Staf Duta Besar RI di Oslo, Norwegia.
4. Sinopsis:
BAB
I SAAT KITA TERJANGKIT PENYAKIT SPIRITUAL
Makna kehidupan slama ini
perlu hendaknya kita renungkan kembali, sebagaiman dikatakan oleh Anders,
pengusaha muda yang sukses dari swedia. Ia bigitu kuatir memikirkan kondisi
dunia dewasa ini, terutama krisis lingkungan global dan terkoyaknya komunitas
sosial di belahan dunia. Krisis global sekarang ini sudah merambah setiap sudut
kehidupan- mulai dari kesehatan, mata pencarian, kualitas lingkungan, ekonomi,
politik, bahkan krisis moral, intelektual dan krisis spritual. Ia menyadari
bahwa ia merasa ikut bertanggung jawab hadapi masalah tersebut sehingga ia
berkata,
“I just know that I want to be part
of solution. Not the problem.”
(saya hanya tahu bahwa saya ingin
menjadi bagian dari solusi.
Bukan menjadi bagian dari masalah
itu sendiri.”
Apa yang dikatakan Anders adalah benar adanya
bahwa kita semua mesti memiliki kesadaran diri baik sebagai bagian dari bangsa
atau sebagai diri sendiri akan kepekaan terhadap krisis ini yang kemudian ikut
memecahkannya.
Saat ini manusia tidak
tau lagi bagaimana seharusnya mengenali diri sendiri dan menjalani
kehidupan dunia ini secara lebih bermakna. Tanpa hidup bermakna, hidup kita
akan mengalami kegelisahan spiritual bahkan krisis spritual. Krisis spritual
ini ditandai dengan hidup tak bermakna.
Psikolog terkemuka Carl
Gustav Jung menyebut krisis spritual ini sebagai penyakit eksistensial dimana
eksistensi diri kita mengalami penyakit alienasi (keterasingan diri), baik dari
diri sendiri, lingkungan sosial, maupun teralienasi dari Tuhannya. Bahkan ia
mengatakan bahwa beberapa psikoneurosis pada akhirnya harus dipahami sebagai
‘jiwa yang menderita” yang belum menemukan maknanya. Masih banyak istilah lain
untuk menggambarkan problem psikologis-eksistensial-spritual dalam diri dewasa
ini, seperti keterasingan spiritual, krisis spritual, patologi spiritual, dan
penyakit spritual, yang semuanya menunjukkan terkoyaknya ruang spiritual dalam
diri kita.
Ruang spiritual dalam
diri kita mengalami krisis yang luar biasa hebat karena ini adalah akar dari
penyakit spiritual itu sendiri yakni kita tidak pernah mengisi ruang spiritual
kita dengan hal-hal yang baik, dalam kehidupan kita. Justru sebaliknya kita
terbiasa mengisinya dengan hal-hal yang bururk yang menjadikan ekspresi
kehidupan kita tampak ekstrem dan bringas.
Jika kita ingin
mengalami kesehatan secara spiritual, sudah sewajarnya kita menjalani kehidupan
ini dengan mengambil pusat spiritual yang ada dalam diri kita yakni hati.
Dengan menjadikan hati (nurani) standar autentik dalam menjalani
kehidupan ini, arah perjalanan hidup kita menjadi terarah dengan baik dan benar
di tengah semakin gelapnya kehidupan di dunia fana ini. Oleh karena itu, arena
itu, kita perlu menghidupkan kembali dan sekaligus berkiblat ke hati nurani
sebagai standar moral autentik untuk menilai keautentikan diri, paling tidak
terhadap diri sendiri. Kita bisa saja berbohong kepada seama, bahkan kepada
rakyat sekalipun. Tetapi, tidak sama sekali terhadap hati nurani kita.
Menurut Prof. Sachiko
Murata (USA) dalam karya terbaik dan mutakhirnya, Chinese Gleams of Sufi Light,
“barang siapa ingin memerintah suatu negeri, terlebih dahulu harus mengatur
keluarganya secara benar (“keluarga demokratis”). Dan barang siapa yang ingin
mengatur keluarganya secara benar dan demokratis, terlebih dahulu harus
mengatur dirinya sendiri dengan benar. Serta barang siapa ingin mengatur
dirinya sendiri dengan benar, terlebih dahulu harus membuat hatinya menjadi
benar. Cara pandang baru ini menggunakan paradigma perubahan “dari dalam”
menuju keluar bukan dari “ luar ke dalam”. Hal ini seperti juga diungkapkan
James Refield (penulis best seller internasional) : “to change the
world, we first have to change ourselves” (untuk mengubah dunia, kita harus
terlebih dahulu mengubah diri kita).
Tuhan berada dalam hati
orang – orang yang suci. Yang membedakan baik buruknya seseorang adalah
hatinya. Untuk mengerti sifat – sifat Tuhan, maka harus ada kesucian di hati
kita. Seseorang yang melihat Tuhan, akan melihat-Nya tanpa mata, akan
mendengar-Nya tanpa telinga, akan merasakan-Nya tanpa alat perasa, dan akan
memahami-Nya tanpa penalaran. Hanya dengan hati sajalah orang dapat melihat
dengan tepat, apa yang hakiki tidak tertangkap oleh mata. Hal ini bisa kita
asumsikan bahwa hati nurani merupakan kecerdasan spiritual.
Kecerdasan spiritual dibutuhkan untuk mendidik hati dan budi
pekerti. Kecerdasan spiritual membimbing kita untuk mendidik hati menjadi
benar. Manusia spiritual adalah buah dari produk kecerdasan spiritual yang
sukses membimbing hati manusia menjadi benar dan bercahaya., sehingga meujud
dalam prilaku arif dan bijak dalam kehidupan sehari – hari.
BAB II PEMETAAN PARADIGMA KECERDASAN : IQ, EQ, DAN SQ
Paradigma
Kecerdasan Intelektual (IQ)
IQ sebagai standar
pertama dan utama kecerdasan kita. Semakin tinggi tes IQ kita, umumnya kita
dikatakan memiliki kualitas kecerdasan intelektual yang tinggi, dan sebaliknya.
Persepsi dan citra dari kalangan masyarakat luas pun menyatakan bahwa orang
yang ber-IQ tinggi akan akan mempunyai masa depan yang lebih cemerlang dan
menjanjikan. Sampai – sampai ada paradigma di masayarakat bahwa ber- IQ tinggi
menjamin kesuksesan hidup; sebaliknya, ber-IQ sedang – sedang saja, apalagi
rendah, akan suram masa depannya. Tapi IQ bukan menjadi kunci kecerdasan untuk
meraih masa depan dan sekaligus satu – satunya parameter kesuksesan hidup.
Paradigma
Kecerdasan Emosional (EQ)
Sejak dipublikasikannya
Emotion Intelligennce (EQ) tahun 1995, temuan terbaru Goleman ini lebih dari
cukup untuk berkesimpulan mengapa orang ber-IQ tinggi gagal dan orang yang
ber-IQ sedang – sedang justru menjadi sukses. Pasti ada faktor lain untuk
menjadi cerdas, yang kemudian dipopulerkan Goleman dengan “kecerdasan
emotional” (EQ). Menurut Goleman,
setingginya IQ hanya menyumbang kira – kira 20 persen bagi faktor penentukan
sukses dalam hidup, sementara yang 80 persen diisi oleh faktor kecerdasan lain.
Menurutnya kecerdasan emosional (EQ) adalah kemampuan untuk memotivasi diri
sendiri dan bertahan menghadapi frustasi ; mengendalikan dorongan hati, dan
tidak melebih – lebihkan kesenangan ; mengatur suasana hati dan menjaga agar
beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati, dan berdoa.
Paradigma
Kecerdasan Spiritual (SQ)
Jauh lebih komprehensif
dengan temuan riset terbaru yakni “Spiritual Intelligence” ( Spiritual
Question, SQ, kecerdasan spiritual ). SQ adalah parameter kecerdasan spiritual.
Artinya, segi dan ruang spiritual kita bisa memancarkan cahaya spiritual dalam
bentuk kecerdasan spiritual. Dari sudut pandang psikologi, ruang
spiritual memiliki arti kecerdasan. Logikanya : di antara kita bisa saja ada
orang yang tidak cerdas secara spiritual, dengan ekspresi keberagamannya yang
monolitik, ekslusif, dan intoleran, yang sering kali berakibat pada kobaran
konflik atas nama agama. Dan sebaliknya, bisa juga ada orang yang cerdas secara
spiritual sejauh orang tersebut memiliki kesadaran, dengan sikap jujur dan
terbuka, inklusif, dan bahkan pluralis dalam beragama di tengah pluralitas
agama.
Eksplorasi
dalam Buku-buku Terbaru di Barat
Riset SQ memang sedang ramai – ramainya, terutama pada
penerbitan buku – buku psikologi spiritual yang lumayan membantu kita
meningkatkan kecerdasan spiritual dalam diri kita. Beberapa contoh buku tentang
kecerdasan spiritual, antara lain :
SQ,
Spiritual Intellegence, The Ultimate Intellegence karya Danah Zohar dan
Ian Marshall.
Spritual
Intellegence, Awakening The Power of Your Spirituality and Intuition karya Michael Levin.
Spiritual
Intellegence : A practical Guide to Personal Happiness karya Prof. Dr. Khalil A. Khavari.
Spiritual Intellegence Handbook karya Paul Edward.
Spiritual Intellegence : What We Can
Learn from the Early Awekening Child karya Dr Marsha Sinetar.
Spiritual Intellegence : How It Can
Transform Your Life karya
Dr. Hendry Wild.
Spiritual Intellegence karya Richard Wolman.
Spiritual Intellegence : A Special
Issue of International Journal for the Psycholocy of Religion karya Raymond F Palouttzion.
Hadirnya
Kecerdasan Spiritual (SQ) di Dunia Sekuler
Kehadiran
buku – buku kecerdasan spiritual perlu kita sambut dengan gembira. Tapi, buku –
buku SQ ini lahir di Dunia Barat yang sekuler, yang justru dipelopori oleh
orang – orang sekuler barat bukan tokoh dan pakar agama. Ini menandakan suatu turning
point, dimana pada saat perkembangan psikologi manusia sedang cenderung
mengarah ke suatu yang serba sekuler dan material, terjadilah arus balik (
turning point ) ke arah psikologi ketuhanan, yang tak lain dan tak bukan
adalah psikologi kecerdasan spiritual itu sendiri, yang lebih berkiblat pada
kerohanian sebagai hatinya psikologi.
IQ, EQ, dan SQ: Struktur Kecerdasan
dalam Prespektif Psikologi Spiritual
Sadar atau tidak, potensi kecerdasan intelektual
(IQ), emosional (EQ), dan spiritual (SQ) itu ada dalam diri kita sebagai
manusia. IQ berada di wilayah otak (brain) kita, yang karenanya terkait
dengan kecerdasan otak, rasio, nalar – intelektual. EQ mengambil wilayah di
sekitar emosi diri kita, yang karenanya lebih mengembangkan emosi supaya
menjadi cerdas, tidak cenderung marah. Sedangkan, SQ mengambil tempat di
seputar jiwa, hati ( yang merupakan wilayah spirit ) yang karenanya dikenal
sebagai the soul’s intelligence, kecerdasan jiwa, hati, yang menjadi
hakikat sejati kecerdasan spiritual. Struktur kecerdasan antara IQ, EQ, dan SQ
itu sendiri dapat diringkas dalam model struktur kecerdasan seperti tergambar di bawah ini.
Struktur
Kecerdasan :
IQ, EQ, SQ
No
|
Perspektif
|
Jenis
Kecerdasan
|
||
IQ
|
EQ
|
SQ
|
||
1
|
Psikologi modern
|
Otak (mind)
|
Emosi (body)
|
Jiwa (soul)
|
2
|
Model Berpikir
|
Seri
|
Asosiatif
|
Intuitif
|
3
|
Al-Qur’an
|
‘Aql
|
Nafs
|
Qalb
|
4
|
Kebahagiaan
|
Material
|
Instingtif
|
Rohaniah
|
5
|
Produk kecerdasan
|
Rasional
|
Emosional
|
Spiritual
|
BAB
III KEUNGGULAN KECERDASAN SPIRITUAL (SQ)
Enam
Alasan Kenapa SQ Lebih Penting daripada IQ dan EQ
Menurut Daniel Goleman (ahli psikologi Harvard University)
ada 6 alasan kenapa SQ lebih penting daripada IQ dan EQ, yakni :
1.
Segi
perenial SQ
SQ mampu mengungkap segi perenial ( yang
abadi, yang asasi, yang spiritual, yang fitrah ) dalam struktur kecerdasan
manusia. SQ adalah pondasi yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan SQ secara
efektif. Bahkan, SQ merupakan kecerdasan tertinggi kita.
2.
Mind
- Body – Soul
Para ilmuwan sepakat bahwa manusia,
disamping terdiri atas pikiran (mind) dan badan – tubuh (body),
juga menjadi “ada” dan “hidup” karena ada faktor kunci yaitu soul
(jiwa,spirit,roh).
3.
Kesehatan
Spiritual
SQ bukan saja menyentuh segi
spiritual kita, melainkan lebih dari itu : menyajikan beragam resep, mulai dari
pengalaman spiritual sampai penyembuhan spiritual, sehingga kita benar – benar
mengalami kesehatan spiritual. Hal ini sebagai jawaban atas penyakit jiwa
– spiritual yang saat ini banyak diderita manusia modern yang tidak bisa
diperoleh dari IQ dan EQ.
4.
Kedamaian
Spiritual
SQ membimbing kita untuk memperoleh
kedamaian spiritual. Inilah kedamaian hakiki dalam hidup kita, yang tentu saja
tidak diperoleh melalui IQ maupun EQ. Sehingga SQ merupakan jalan untuk meraih
kedamaian spiritual.
5.
Kebahagiaan
Spiritual
Kebahagiaan sejati justru terletak
pada kebahagiaan spiritual : suatu kebahagiaan yang membuat hati dan jiwa kita
menjadi bahagia, tentram, dan penuh kedamaian. Karena selama ini IQ dan EQ
tidak hanya cenderung memenuhi segi kepuasan dan emosional saja, tapi juga
berlanjut pada keinginan besar untuk mengejar kepuasan material (uang, kerja,
jabatan) dan nafsu emosional.
6.
Kearifan
Spiritual
Kearifan spiritual adalah sikap
hidup arif dan bijak secara spiritual. Spiritual itu tak lain dan tak bukan
adalah kebenaran, kedamaian, kesucian, kasih, kebahagiaan, kekuatan, dan
kearifan di dalam kehidupan.
Menguji
Kualitas Kecerdasan Spiritual
Danah Zohar dan Ian Marshall
memberikan 8 elemen untuk menguji secara awal sejauh mana kecerdasan spiritual
kita. Barometer kepribadian yang dipakai meliputi :
1.
Kapasitas
diri untuk bersikap fleksibel, seperti aktif dan adaptifsecara spontan.
2.
Level
kesadaran diri yang tinggi.
3.
Kapasitas
diri untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaan.
4.
Kualitas
hidup yang terinspirasi dengan visi dan nilai – nilai.
5.
Keengganan
untuk menyebabkan kerugian yang tidak perlu.
6.
Memiliki
cara pandang yang holistik, dengan memiliki kecenderungan untuk melihat
keterkaitan di antara segala sesuatu yang berbeda.
7.
Memiliki
kecenderungan nyata untuk bertanya “mengapa” atau “bagaiman jika” dan cenderung
untuk mencari jawaban – jawaban yang fundamental (prinsip, mendasar)
8.
Memiliki
kemudahan untuk bekerja melawan konvensi.
Selain itu, Prof. Khalil A. Khavari juga memberikan rumusan
tes untuk menguji kecerdasan spiritual. Menurut Khavari, test kecerdasan
spiritualnya ini tidak mendefenisikan secara sempurna kualitas SQ, tapi paling
tidak dapat membantu kita untuk mendapatkan pegangan lebih baik mengenai tes SQ
itu sendiri. Jika nilai total yang diperoleh mencapai seratus, menandakan
memiliki kecerdasan spiritual (SQ) yang luar biasa.
Analisis Tes Kecerdasan Spiritual (SQ)
Jika kita amati, ada 3 alasan yang
menjadikannnya luar biasa yakni :
1.
Dari
sudut pandang spiritual-keagamaan, tes itu merepresentasikan sejauh manakah
tingkat relasi spiritual kita dengan Tuhan
2.
Dari
sudut pandang relasi sosial-keagamaan, tes di atas menggambarkan potret
sosial-keagamaan kecerdasan spiritual artinya kecerdasan spiritual harus
terefleksikan pada sikap-sikap sosial yang menekankan segi kebersamaan dan
kesejahteraan sosial
3.
Dari
sudut pandang etika-sosial, tes tersebut juga dapat menggambarkan tingkat etika
sosial kita sebagai cermin kadar kualitas kecerdasan spiritual.
Mempertajam Kualitas Kecerdasan
Spiritual
Kita dapat menajamkan kecerdasan
spiritual kita dengan asumsi dasar bahwa potensi spiritual sudah hadir dan
bersemayam dalam diri kita, setiap manusia, apapun agama dan identitasnya.
Hadis Nabi Muhammad SAW intinya menyatakan bahwa” setiap anak dilahirkan
fitrah (suci)”. Banyak cara untuk menajamkan SQ, tapi semuanya tergantung pada
“siapa kita”. Mari kita lihat beberapa kategori berikut :
a.
Kategori
agamawan
SQ lebih tinggi bisa didapatkan jika
penghayatan terhadap agama lebih dalam lagi ke esensinya, ke spiritualnya.
Semuanya ini akan melahirkan sikap hidup terbuka, toleran, inklusif, bahkan
pluralis.
b.
Katagori
Pendidik
Pendidikan spiritual yang dapat
menajamkan kualitas kecerdasan spiritual, baik terhadap diri kita sebagai
pendidik maupun peserta didik, adalah nilai-nilai spiritual itu yang diterapkan
dalam pendidikan kita melaui sikap keteladanan dalam mengajatkan pendidikan
spiritual. Nilai-nilai yang dimaksud adalah kejujuran, keadialn, kebajikan,
kebersamaan, kesetiakawanan sosial, dll.
c. Kategori anak
Potensi
dan bakat kecerdasan spiritual dimilki oleh anak sejak usia dini. Potensi –
potensi pembawaan spiritual pada anak-anak seperti keberanian, optimisme,
keimanan, empati, sikap memaafkan, dan bahkan ketangkasan dalam menghadapi
amarah dan bahaya. Anak-anak yang memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi,
dicirikan sebagai berikut :
1.)
Kesadaran
diri yang mendalam, intuisi, dan kekuatan “keakuan”.
2.)
Pandangan
luas terhadap dunia.
3.)
Moral
tinggi, pendapat yang kokoh, dan kecenderungan untuk merasa gembira.
4.)
Pemahaman
tentang tujuan hidupnya.
5.)
“Kelaparan
yang tak dapat dipuaskan” akan hal-hal tertentu yang diminati.
6.)
Gagasan-gahasan
segar dan aneh ; rasa humor yang dewasa.
7.)
Pandangan
pragmatis dan efisien tentas realitas
d.
Kategori
Aktivis
Sebagai
aktivis, SQ dapat kita tajamkan melalui “ketulusan niat suci” dan “hati yang
tulus” untuk melakukan kritik sosial, keagamaaan, dan politik. SQ ini sendiri
berporos pada dua misi suci yaitu tindakan kemanusiaan sebagai refleksi dan
pantulan misi ketuhanan.
e.
Kategori
Pengusaha
Menjadi
cerdas secara spiritual dalam kesuksesan di dunia bisnis, mutlak dengan
mengamalkan nilai-nilai mistik-spiritual SQ. Dalam sebuah tesis The
Corporate Mystics oleh Hendricks dan Kate Ludeman mengamalkan 12
karakteristik penting bagi pemimpin yang sukses di abad ke-21 di dunia bisnis
dan perusahaan besar, yang 5 di antarnya adalah :
1.) Mutlak jujur
2.) Keterbukaan
3.) Pengetahuan diri
4.) Fokus pada kontribusi
5.) Spiritualitas non-dogmatis
f.
Kategori
Politik
Untuk
menajamkan SQ di kalangan politisi adalah dengan menjadikan Spritual
Politics sebagai panduan untuk menjalani politik secara santun dan
beradab. Selain itu dengan menerapkan politik yang tidak membunuh, yang sarat
cinta kasih, kejujuran, koordinasi, lebih santun, dan beradab.
g.
Kategori
Lain
Jika
kita berada di luar kategori-kategori di atas, SQ bisa ditajamkan dengan
senantiasa berpijak pada nilai moral-spiritual-kemanusiaan sebagai pengarah
nilai. Serta menjadikan daftar kebajikan sebagai panduan untuk menjalani apapun
profesi kita, sejauh berada pada koridor nilai moral-spiritual-kemanusiaan yang
benar dan beradab.
Menurut
Sukidi, staf pengajar di Paramadina, memberikan langkah-langkah untuk mengasah
dan meningkatkan SQ agar mencapai derjat yang tinggi, yaitu :
a.) Kenalilah diri sendiri
b.) Lakukan instropeksi diri
c.) Aktifkan hati secara rutin
d.) Temukan keharmonisan dan ketenangan
hidup
BAB
IV KECERDASAN SPIRITUAL : RAHASIA SUKSES HIDUP BAHAGIA
Survei,
statistik, dan studi ilmiah di atas sudah lebih dari cukup untuk berkesimpulan
bahwa kecerdasan spiritual ternyata menghasilkan orang-orang spiritual yang
tidak saja tangguh dan cakap dalam ujian hidup, melainkan juga dapat meraih
sukses hidup bahagia dengan itu.
Ada
3 kunci praktis dalam meraih sukses hidup bahagia secara spiritual yaitu :
1.) Love (Cinta)
Cinta dalah perasaan yang lebih
menekankan kepekaan emosi dan sekaligus menjadi energi kehidupan. Menurut Prof.
Khalil A. Khavari menafsirkan energi cinta ke dalam dua aliran : positive
love (cinta positif) dan negative love (cinta negatif). “Cinta
positif” mengalir secra konstruktif dan dipersembahkan untuk kebajikan.
Sementara “cinta negatif’ berlangsung secara destruktif dan diinventarisasikan
pada kerja-kerja buruk.
Lebih lanjut Khavari mengelompokkan
cinta menjadi 7 kategori yakni cinta diri sendiri, cinta rakyat, cinta pada
situasi dan kondisi, cinta pada sesuatu, cinta pada binatang, cinta pada
penciptaan, dan cinta pada Tuhan. Dan menurut John Powel dalam The Secret of
Staying in Love meneguhkan pandangan di atas dengan rumusannya yang sangat
menarik.
Jadi kunci kecerdasan spiritual untuk
meraih kebahagiaan spiritula didasarkan pada cinta kepada Sang Pencipta. Cinta
kepada Tuahn akan menjadikan hidup kita bermakna dan bahagia secar spiritual
terutama bagi pecinta.
2.) Prayer (Doa)
Doa merupakan bentuk komunikasi
spiritual ke hadirat Tuhan. Karena itu manfaat terbesar doa terletak pada
penguatan cinta ke hadirat Tuhan dengan jalan doa. Kekuatan spiritual itulah
yang antara lain terletak pada kekuatan doa. Maka kemudian, secara luas dipakai
dalam praktek penyembuhan spiritual, yang terbukti memiliki manfaat sebagai :
a.) Doa dapat mempertinggi sistem kekebalan
tubuh
b.) Doa bisa meringankan sakit,
sekaligus mencegah penyakit dari sakit yang lebih berat.
c.) Doa meningkatkan seseorang untuk
melatih keberanian
d.) Doa memperkaya horizon sesesorang
sehingga mampu melampaui penderitaan darurat, menuju masa depan yang bebas dari
beban psikis dan penderitaan.
Prof. Khavari juga memilah tingkatan doa yang jauh berkualitas dalam meraih hidup bahagia secara spiritual, yaitu:
a.) Doa sebagai ungkapan rasa syukur dan
kepuasan hati
b.) Doa sebagai proteksi, terutama
proteksi diri kita dari segala membuat kita jatuh pada titik kemanusiaan
terendah
c.) Doa untuk yang lain. Karena kita
adalah makhluk spiritual yang berhubungan dengan yang lain karena semata-mata
didasarkan pada ikatan spiritual.
3.) Virtues (Kebajikan)
Berbuat kebajikan dan berbudi
pekerti luhur dapat membawa kita pada kebenaran dan kebahagiaan hidup. Hidup
dengan cinta dan kasih saying akan mengantarkan kita pada kebajikan yang
menjadi kita lebih bahagia.
Kelebihan dan Kekurangan Buku
Kelebihan dan Kekurangan Buku
Buku ini membahas secara terperinci
materi yang ada dalam buku, tetapi, penggunaan bahasa yang sulit dipahami oleh
para pembaca membuat pembaca merasa bingung dalam menginterpretasikan makna
dari buku ini.
Kesimpulannya:
Buku ini layak dibaca terutama bagi pembaca yang ingin mempertajam Kecerdasan
Spiritualnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar